Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Barry J Marshall Kuliah Umum di UPH

Kompas.com - 03/03/2008, 20:46 WIB

JAKARTA, SENIN - Universitas Pelita Harapan Tangerang mengundang peraih penghargaan Nobel 2005 Dr Barry J Marshall dari Australia untuk memberikan kuliah umum pada para mahasiswa Fakultas Kedokteran UPH. Upaya ini untuk membangkitkan minat riset di dunia kedokteran Indonesia.  

Riset kedokteran di Indonesia sudah sangat tertinggal dengan luar negeri. Kami mempunyai idealisme bagaimana agar kita bisa mengejar ketinggalan tersebut, kata ahli bedah saraf dr Eka J Wahjoepramono dari Siloam Hospitals di Jakarta, Senin (3/3).

Untuk memunculkan semangat melakukan riset kedokteran itu, Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan (UPH), Tangerang bersama Siloam Hospital dan UPH Mochtar Riady Institute for Nanotechnology mengundang peraih penghargaan Nobel di bidang kesehatan Dr Barry J Marshall dari Perth, Australia.

Marshall bersama koleganya Dr J Robin Warren pertama kali menemukan Helicobacter pylori pada perut pasien yang menderita penyakit gastritis dan bisul perut sekitar 25 tahun lalu. Pemikiran konvensional saat itu (sekitar tahun 1982) adalah tidak ada bakteri yang dapat hidup di perut manusia karena perut manusia memproduksi asam dalam jumlah banyak yang kadarnya sama dengan kekuatan asam yang terdapat pada aki mobil.

Marshall yang sempat meminum organisme Helicobacter pylori akhirnya menemukan kombinasi obat-obatan yang dapat membunuh bakteri tersebut dan menyingkirkan luka di lambung secara permanen. Hipotesis yang menyatakan bahwa Helicobacter pylori adalah faktor penyebab dari kanker perut pada akhirnya diterima Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1984.

Menurut Eka J Wahjoepramono, tujuan UPH mengundang Marshall untuk memberi kuliah umum pada para mahasiswa Fakultas Kedokteran UPH pada 4 Maret 2008 ini adalah untuk membangkitkan semangat para mahasiswa agar suatu hari kelak tertarik melakukan riset kedokteran.  

Kita perlu orang-orang muda yang punya ambisi dan mau maju bersama, Marshall membuka mata kita akan pentingnya riset untuk kehidupan umat manusia, kata Eka.

Mengenai kurangnya minat para dokter di Indonesia untuk melakukan riset, menurut Eka, itu karena penghasilan dokter yang melakukan riset tidak besar. Sangat berbeda jika dokter tersebut berpraktik di rumah sakit atau klinik yang bahkan bisa berpenghasilan ratusan juta rupiah dalam sebulan.

Dokter yang kerja di laboratorium penghasilannya sangat jomplang. Selain itu kenapa riset sangat jarang dilakukan karena dana untuk riset tidak ada, kata Eka yang tengah melakukan riset bekerja sama dengan para dokter di Perth, Australia tentang keterkaitan kepikunan dengan andropause pada pria. ¨Saya riset di Perth itu dananya perlu Rp 10-20 miliar. Siapa yang mendanai kalau di Indonesia,¨ kata Eka J Wahjoepramono. (LOK)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com