Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UN Jangan Menjadi Penentu Kelulusan

Kompas.com - 01/12/2009, 20:01 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Ujian Nasional yang diklaim pemerintah sebagai salah satu bentuk evaluasi kegiatan belajar mengajar dan upaya peningkatan mutu pendidikan sebaiknya hanya digunakan untuk memetakan mutu sekolah dan tidak menjadi penentu kelulusan siswa.

Pasalnya, pelaksanaan Ujian Nasional selama ini terbukti hanya untuk meningkatkan prestasi akademik, bukan meningkatkan mutu pendidikan.

Demikian mengemuka dalam diskusi "Ujian Nasional dan Kelalaian Pemerintah dalam Memenuhi dan Melindungi Hak Asasi Manusia", Selasa (1/12), di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

Oleh karena itu, menurut Koordinator Education Forum, Elin Driana, untuk konteks Indonesia sebenarnya UN bukan kebijakan yang tepat dan strategis, karena sebenarnya penilaian ujian akhir sekolah (UAS) saja sudah memadai untuk memastikan penilaian kegiatan belajar murid. Apalagi yang tahu persis mengenai prestasi murid adalah guru di kelas.

Melalui penilaian kelas, umpan balik bisa langsung diberikan. "Tujuan penilaian kan untuk meningkatkan proses pembelajaran. Jadi, guru yang harus menjadi penentu kelulusan murid," ujarnya.

Menanggapi kemungkinan subyektivitas penilaian guru, Elin menegaskan penilaian guru sebenarnya justru lebih ampuh dalam memprediksi prestasi murid. Jika kualitas guru dianggap tidak memadahi dan tidak kompeten dalam memberikan penilaian, kata Elin, berarti ada yang salah pada pembinaan guru.

"Ya kembali pada pemerintah lagi sebagai pihak yang bertanggungjawab. Kalau khawatir guru mengatrol nilai murid kan ada yang menilai seperti masyarakat, dunia kerja, dan perguruan tinggi," ujarnya.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Hadi Supeno juga mengusulkan agar fungsi evaluasi dikembalikan kepada sekolah, karena evaluasi pendidikan adalah ranah akademik, bukan ranah birokrasi. Kalau mau meningkatkan mutu pendidikan, kuncinya di guru.

"Supaya sekolah dipercaya, pemerintah harus mendidik guru-guru menjadi berkualitas dan profesional," kata Hadi.

Lapor ke PBB

Hadi berharap, pemerintah mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) dengan meniadakan UN pada tahun 2010 sampai ada konsolidasi menyeluruh dengan menciptakan sistem evaluasi yang lebih baik. "Jangan ada lagi pembangkangan oleh negara terhadap putusan pengadilan karena akan menjadi contoh negatif bagi generasi muda," ujarnya.

Direktur LBH Jakarta Nurkholis Hidayat mendesak UN untuk dihentikan karena pemerintah belum memperbaiki sarana prasarana pendidikan, meningkatkan kualitas guru, dan membangun akses informasi ke daerah. Padahal putusan pengadilan menetapkan semua persyaratan itu harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum UN dilaksanakan.

Kata-kata sebelum itu berarti seharusnya tidak ada UN jika syarat-syarat itu belum terlaksana. Isu UN ini bisa diinternasionalisasikan dengan mengadukan kasus UN kepada Pelapor Khusus PBB untuk Hak Atas Pendidikan (UN Special Rapporteur on the Right to Education), Vernor Munoz Villalobos. "LBH akan memfasilitasi dengan berkirim surat ke Vernor," kata Nurkholis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com