BANDUNG, KOMPAS.com - Perilaku korupsi tanpa kita sadari telah demikian kuat membudaya di dalam masyarakat. Tanpa upaya yang kuat, salah satunya penanaman nilai-nilai antikorupsi melalui pendidikan, budaya korupsi sulit dihilangkan.
"Kerusakan terbesar di Indonesia bukan terjadi di alam atau lingkungannya. Melainkan, manusia-manusianya. Dimana, telah dirusak oleh budaya korupsi. Budaya ini menjadi racun yang merusak dan jika dibiarkan lambat laun Indonesia akan mati," ujar Dharma Kesuma, dosen filsafat dari Universitas Pendidikan Indonesia dalam Seminar Pendidikan Antikorupsi di Pusat Kegiatan Mahasiswa UPI, Rabu (9/12/09).
Lebih lanjut, Dharma yang juga penulis buku Pendidikan Antikorupsi mengatakan, munculnya korupsi dipicu pula dari budaya mengejar nafsu dan konsumtifisme. "Bahayanya, korupsi ini kadang tidak lagi disadari pelakunya. Seperti halnya orang yang jarang mandi, karena sudah terbiasa, ia tidak lagi menyadari jika badannya bau," ucapnya sambil disambut tawa peserta.
Salah satu cara tepat guna melawan budaya korupsi ini, ucapnya, adalah lewat pendidikan antikorupsi. Sayangnya, ia berpandangan, pendidikan yang lebih menekankan aspek akhlak dan moral ini belum terbangun dengan baik di sekolah.
Cecep Darmawan, dosen Ilmu Politik Pascasarjana UPI, sependapat jika pendidikan memegang peranan penting dalam upaya pencegahan korupsi. Namun, menurutnya, pendidikan ini tidak perlu berbentuk secara khusus. Melainkan terintegrasi di dalam pelajaran yang sudah ada.
"Yang terpenting semua mata pelajaran bermuatan nilai-nilai antikorupsi, yaitu sembilan nilai, yang telah dibuat KPK. Nilai-nilai antara lain kejujuran, adil, berani, hidup sederhana, dan tanggung jawab. Nilai-nilai ini sebenarnya ada di masyarakat sejak zaman dahulu, namun mulai punah," tutur Direktur Kemahasiswaan UPI ini.
Ironisnya, Sekretaris Jendral Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Iwan Hermawan mengatakan, dunia pendidikan nyatanya juga tidak lepas dari cengkeraman perilaku korupsi. Perilaku ini antara lain berupa penggelapan dana masyarakat dan penganggaran APBS (anggaran pendapatan belanja sekolah) fiktif.
"Sebetulnya, ini (korupsi di sekolah) bisa diberantas jika guru dan dosen mau bersikap kritis dan melaporkan jika terjadi temuan korupsi. Sebagai guru PNS, kita juga punya kewajiban melaporkan jika melihat hal yang bisa merugikan keuangan negara. Jangan takut, ini dilindungi aturan," ucap guru SMAN 9 Kota Bandung ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.