Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kutuk Plagiarisme, Lalu?

Kompas.com - 24/02/2010, 15:14 WIB

Oleh Armada Riyanto

KOMPAS.com - Tentang plagiarisme, kiranya tidak berguna lagi aneka kutukan. Yang lebih penting adalah apa kelanjutan sesudah tragedi plagiarisme. Bandung, Jakarta, Aceh, Malang, Yogyakarta, Surabaya, Solo, Bogor, Semarang, dan Medan, apakah mereka emblem kota-kota intelektual?

Dengan menjamurnya pabrikan skripsi, tesis, disertasi, juga paper di kota-kota itu dan lainnya yang belum disebut, mendung kelabu menyelimuti dunia intelektualitas kita. Masih adakah kota intelektual di tanah kita?

Sebuah pertanyaan hati nurani. Tak usah mengutuk Bandung sebab Yogyakarta atau kota Anda mungkin lebih parah. Tak perlu mengkritik institusi yang kecolongan sebab institusi sekaliber UGM, UI, atau MIT di AS, Cambridge di Inggris, atau Alberta di Kanada pun tidak imun terhadap kasus plagiarisme dalam sejarah akademisnya.

Di Yogyakarta, dugaan perkara plagiarisme disertasi oleh seorang doktor dari MIT tidak diapa-apakan, malah pernah memegang jabatan penting di dunia pendidikan kita. Institusi paling bersih dipersilakan untuk ”melempar batu pertama” pemberantasan plagiarisme, dan adakah yang berani?

Sepuluh tahun lalu, dalam sebuah penelitian oleh pusat integritas akademik Duke University atas mahasiswa-mahasiswi Amerika diperoleh data 68 hingga 70 persen mengaku pernah melakukan penjiplakan (Cf. http://guides.library.ualberta.ca18 Feb. 2010). Andai hal yang sama dikerjakan terhadap mahasiswa-mahasiswi Indonesia, kita mungkin akan memperoleh angka yang lebih mengejutkan.

Setelah ini apa?

Perketat sistem pengurusan jenjang profesorat? Menggiatkan pendidikan karakter? Penciptaan plagiarism detection software? Mempromosikan pendidikan kebenaran, budi pekerti, dan integritas?

Menteri Pendidikan Nasional pernah berkata, pada 2009 jumlah pemohon guru besar dari perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta sebanyak 986 orang, yang lolos 286 orang. Sudah ketatkah sistemnya?

Barangkali soal paling mendasar adalah rumusan-rumusan ilmiah apa saja yang telah diproduksi oleh para ilmuwan kita. Mengapa sepintas masih tampak sepi dan tiada yang baru. Di samping sebagai emblem merosotnya kejujuran, plagiarisme dapat berasal dari lemahnya pemahaman tentang esensi sebuah ilmu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com