Jakarta, kompas
”Karena lemahnya kemampuan menulis ini, sejumlah guru tidak bisa meraih jenjang kepangkatan tertentu,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo di Jakarta, Kamis (18/3).
Untuk bisa mencapai golongan kepangkatan IV/A ke atas, misalnya, guru pegawai negeri sipil (PNS) harus bisa mendapat poin dari penulisan karya ilmiah. Karena ketidakmampuan ini, banyak guru yang terhenti di golongan III/D.
Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pendidikan Nasional Agus Sartono dalam Lokakarya Tradisi Ilmiah Guru di Jakarta, mengatakan, tradisi ilmiah di lingkungan guru dan dosen yang rendah dapat dilihat dari indikator karya ilmiah guru. Dari 2,6 juta guru, untuk guru golongan IV/B hanya 0,87 persen, guru golongan IV/C 0,07 persen, dan golongan IV/D 0,02 persen.
”Persyaratan untuk naik IV/B tidak cukup dengan mengumpulkan angka kredit mengajar. Komponen dari menulis karya ilmiah juga dihitung,” ujar Agus.
Adanya tunjangan serfitikasi guru diharapkan mendorong pendidik untuk lebih giat lagi menulis. Dana abadi pendidikan yang disediakan pemerintah salah satunya juga untuk mendukung tumbuhnya tradisi riset.
Lemahnya tradisi penulisan ilmiah para guru antara lain akibat keterbatasan mengakses informasi. Selain itu, penguasaan metode ilmiah guru juga masih terbatas.