JAKARTA, KOMPAS.com — Pendidikan pada rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) dan sekolah berstandar internasional (SBI) sangat sering diartikan sebagai penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Padahal, pada tingkat sekolah dasar (SD), penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar sangat "berbahaya".
Demikian terungkap dalam beberapa catatan yang diambil oleh Kompas.com dari hasil penelitian Hywel Coleman, peneliti senior bidang pendidikan keguruan di University of Leeds, Inggris, selama kurun waktu 2009-2010. Hasil penelitian yang telah dibukukan dan diterbitkan oleh British Council Asia Tenggara berjudul Teaching other Subjects through English in Two Asian Nations: Teacher's Response to Globalisation ini sangat relevan dengan polemik yang mengiringi perjalanan sekolah-sekolah negeri di Indonesia yang berstatus RSBI dan SBI.
Idealnya, catat Hywel, anak harus melek huruf atau belajar membaca dan menulis melalui bahasa ibunya dulu, baru kemudian betul-betul diperkuat dengan bahasa Inggris.
"Jika anak tidak diberi kesempatan untuk menguasai konsep-konsep dasar melalui bahasa ibunya di tingkat SD maka dampak negatifnya akan terasa pada keberhasilannya dalam proses pendidikan selanjutnya," ujar Hywel.
Mengambil sampel penelitian di sekolah-sekolah negeri bertaraf internasional yang menggunakan konsep pengajaran bilingual di Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia, Hywel mengungkapkan, tingkat "bahaya" di Indonesia paling memprihatinkan.
Di Korea Selatan, misalnya, Hywel mendapati fakta bahwa 100 persen keberhasilan anak belajar dilakukan melalui bahasa ibunya. Sementara di Thailand, keberhasilan tersebut mencatat angka sampai 50 persen. Indonesia menjadi negera terendah karena hanya mencapai angka 10 persen.
Menanggapi hal itu, pengamat pendidikan Antarina SF Amir mengatakan, institusi pendidikan yang menggunakan konsep dwibahasa (bilingual), yaitu antara bahasa ibu dan bahasa kedua (bahasa Inggris), tidak bisa secepat kilat diaplikasikan pada anak. Bagi sekolah-sekolah negeri yang menggunakan label internasional, tidak bisa seenaknya menggunakan metode bilingual tanpa dukungan sekolah serta kurikulum dan metode pengajaran yang tepat.
"Memang benar, menggunakan bahasa ibu lebih bagus karena kita juga tidak boleh mengabaikan bahasa ibu. Tetapi, jika menyandang sekolah internasional maka semestinya memakai bilingual. Tinggal bagaimana menerapkan konsep itu dengan baik," ujar Ketua High/Scope Indonesia ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.