BANTUL, KOMPAS.com — Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, menginstruksikan bahwa rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) wajib menetapkan kuota 5 persen untuk siswa miskin. Agar kuota efektif, sekolah harus aktif menjemput bola dengan mencari siswa-siswa berprestasi dari kalangan masyarakat miskin.
Demikian disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Bantul Sahari, Kamis (24/6/2010). "Kalau tidak jemput bola, siswa dari kalangan tidak mampu tidak mungkin mau mendaftar ke RSBI. Alasannya, mereka akan merasa minder karena harus bersaing dengan anak-anak orang kaya. Mereka juga berpikir uang sumbangan di RSBI mahal sehingga tidak terlalu berminat," kata Sahari.
Menurutnya, kebijakan penentuan kuota baru secara tegas ditetapkan tahun ini. Sebelumnya, pemerintah hanya mengimbau agar RSBI memberikan kesempatan bagi siswa kurang mampu. "Sebelumnya, sekolah juga tidak aktif menjemput bola sehingga hanya sedikit yang berani mendaftar," ujarnya.
Di Bantul ada dua SMP yang berstatus RSBI, yakni SMP 1 Bantul dan SMP 1 Piyungan. Status RSBI memberikan peluang bagi sekolah untuk menarik uang pendidikan dari siswa. Alasannya, anggaran dana pemerintah tidak mampu membiayai seluruh kegiatan sekolah. Dana yang diberikan dari pemerintah hanya berupa BOS (biaya operasional sekolah) dari pusat dan BOP (biaya operasional pendidikan) dari daerah.
Secara terpisah, Kepala Sekolah SMP 1 Bantul Bambang Edy Sulistyana mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk memenuhi ketentuan tersebut. SMP 1 Bantul membuka pendaftaran untuk sembilan kelas. Dengan peserta rombongan belajar 36 siswa per kelas, maka total daya tampung yang tersedia 324 kursi. Artinya, kuota untuk siswa miskin sekitar 16 orang.
Untuk mengurangi beban biaya siswa dari kalangan tidak mampu, kata Edy, sekolah menerapkan subsidi silang. Dengan sistem tersebut, siswa yang kemampuan ekonominya lebih ditarik dana lebih banyak, sedangkan yang kesulitan hanya ditarik sedikit atau dibebaskan sama sekali.
Dalam penerimaan siswa baru tahun ini, dinas pendidikan juga mengingatkan agar sekolah-sekolah negeri yang membuka program sekolah terbuka proporsional dalam menerima siswa. "Jangan sampai menimbulkan polemik dengan sekolah swasta. Sekolah terbuka harus dibuka pada siang hari bukan di pagi hari seperti sekolah reguler," tambah Sahari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.