JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah dibatalkannya Undang-Undang Badan Hukum Pidana (UU BHP), pemerintah merasa seperti wayang kehilangan penopang atau wayang kelangan gapite.
Demikian dikatakan praktisi pendidikan Darmaningtyas dalam Seminar Nasional Redinamisasi dan Revitalisasi Penyelenggaraan Pendidikan Swasta Pasca-Pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan di Jakarta, Selasa (29/6/2010). Hal itu, kata Darmaningtyas, karena semula UU BHP diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat untuk melakukan privatisasi pendidikan, terutama bagi Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN).
Selain itu, UU BHP juga menjadi landasan pelepasan tanggung jawab pendanaan pada sekolah-sekolah, terutama sekolah dan perguruan tinggi swasta. ”Barangkali karena keinginan untuk tetap menghidupkan roh UU BHP itulah yang membuat pemerintah terus berupaya mencari legitimasi demi tersusunnya perundang-undangan baru sebagai pengganti UU BHP,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, dalam seminar tersebut pemerintah terkesan tidak legowo atau berlapang dada dengan dibatalkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang BHP oleh Mahkamah Konstitusi pada 31 Maret 2010. Hal itu, antara lain, terkesan dengan disusunnya rancangan atau draf Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Sementara itu, Menteri Pendidikan Nasional Daoed Joesoef mengatakan, perlu visi pendidikan yang jelas untuk membangun bangsa ini. Saat ini terkesan pemerintah tidak mempunyai visi pendidikan dan lebih parah lagi mengidentikkan pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling) sehingga terjadi berbagai kerancuan kebijakan. (THY)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.