Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Izin RSBI Jadi Lahan Bisnis Baru

Kompas.com - 15/07/2010, 03:41 WIB

Jakarta, Kompas - Sekolah-sekolah yang menyandang status Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional atau RSBI menjadi lahan bisnis pendidikan yang baru bagi lembaga-lembaga internasional yang ”menjual” izin atau sertifikat standar pendidikan internasional. Pembelian izin itu disinyalir sebagai salah satu penyebab tingginya biaya pendidikan RSBI.

Kekhawatiran itu mengemuka dalam diskusi ”Globalisasi Pendidikan, Mengkritisi Program RSBI” yang berlangsung di Indonesia Corruption Watch (ICW), Rabu (14/7) di Jakarta.

”Saya khawatir mereka jadi punya lahan bisnis baru di negara berkembang seperti Indonesia,” kata Koordinator Koalisi Pendidikan Lodi Paat.

Ahli sosiologi pendidikan, Sulaiman Mappiasse, mengatakan, situasi ini diperparah dengan negara yang sedikit demi sedikit mulai melepaskan tanggung jawab di dunia pendidikan dan menyerahkannya kepada masyarakat. Ini bisa dilihat dari negara yang secara perlahan mulai menarik bantuan untuk sekolah publik yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara. ”Sekolah dibiarkan jalan sendiri-sendiri dan pemerintah hanya menjadi fasilitator,” kata Sulaiman.

Peran negara yang mulai berkurang ini, menurut Ade Irawan dari Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, sebenarnya semata-mata karena pemerintah tidak lagi memiliki alokasi anggaran untuk membiayai sekolah-sekolah publik. Oleh karena itu, lalu diserahkan kepada masyarakat.

”Saya khawatir SBI memang sengaja lebih banyak didorong untuk mencari uang, terutama dari masyarakat,” ujarnya.

Kebingungan

Pengamat pendidikan Jimmy Paat menilai pemerintah kebingungan mencari cara meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, lalu dibuatkan konsep RSBI. Sayangnya, Jimmy menilai konsep itu tidak jelas sehingga operasional setiap sekolah berstatus RSBI berbeda-beda, terutama dalam hal standar atau batasan penarikan biaya pendidikan. Bahkan, banyak RSBI yang mematok biaya hingga puluhan juta rupiah.

Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh secara terpisah mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi kelayakan 1.100 sekolah berstatus RSBI. Jika masalah izin dari lembaga pendidikan internasional menjadi faktor biaya tinggi di RSBI, pemerintah akan membeli secara borongan izin itu, kemudian mendistribusikannya kepada semua RSBI. ”Kita lihat dulu kenapa ada RSBI yang mahal, tetapi ada juga yang gratis. Selama ini sepertinya sekolah mencari sendiri-sendiri izinnya. Itu mungkin yang menyebabkan jadi mahal,” ujarnya.

Proses evaluasi RSBI, kata Nuh, baru bisa dilakukan setelah tahun anggaran pendapatan belanja sekolah berakhir atau setelah tanggal 17 Juli mendatang. Seusai proses evaluasi, Nuh berjanji akan ada kebijakan yang baru terkait RSBI pada Agustus mendatang.

Ade Irawan mengatakan, pemerintah hanya akan mengevaluasi RSBI dari segi teknis tata kelola, seperti dalam hal administrasi penyusunan dan tanggung jawab anggaran, tetapi tidak menyentuh persoalan dasar RSBI, seperti visi, keadilan, dan kesetaraan. (LUK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com