JAKARTA, KOMPAS.com - Menurut seorang mantan orang tua murid, kasus dugaan korupsi SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi, Jakarta Timur, terjadi karena komite sekolah lebih condong memihak sekolah. Komite sekolah cenderung disetir pihak sekolah, sehingga hanya menjadi "tangan" sekolah untuk menyampaikan semua kebijakan ke orang tua murid tanpa mengkritisinya.
"Program-program yang ada hanya copy paste saja dari tahun ke tahun. Tidak ada inovasi dan kritis. Makanya, orang tua yang kritis jarang dipilih pihak sekolah untuk duduk di komite. Mereka alergi," ejek Eva Rais, mantan orang tua murid SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi di Jakarta, Jumat (23/7/2010).
Eva mengakui, sebetulnya banyak orang tua murid yang berniat duduk di komite sekolah. Hanya lantaran kritis, mereka akhirnya tidak dipilih sekolah. Sekolah hanya meminta perwakilan kelas atau wali orang tua kelas (WOK) untuk ikut diseleksi dan kemudian dikerucutkan jumlahnya, baru kemudian dipilih sebagai komite sekolah.
"Harusnya rekrutmen terbuka. Siapapun boleh ikut asalkan punya program dan visioner," ujar Eva.
Seperti diberitakan sebelumnya di Kompas.com, Jumat (23/7/2010), Ketua Aliansi Orang Tua Murid Peduli Pendidikan, Jumono, juga mengungkapkan, banyak anggota komite sekolah yang tidak ditunjuk oleh orangtua murid, tetapi oleh kepala sekolah. Inilah yang kerap kali membuat komite sekolah tidak berdaya.
Padahal, kata dia, jika dilihat dari Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002, posisi komite sekolah mandiri dan tidak berada di bawah koordinasi kepala sekolah, tetapi mitra kepala sekolah.
"Menjadi anggota komite itu berat karena harus tahu tentang tata kelola keuangan dan mekanisme pembuatan anggaran pendapatan dan belanja sekolah. Selain itu juga harus siap mental," kata Jumono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.