Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapa Paling Ngotot Internasionalisasi?

Kompas.com - 23/11/2010, 18:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan sekolah berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) masih menjadi polemik berkepanjangan di berbagai kalangan. Perlu ditelusuri, terutama awal mula kemunculannya hingga menjadi label bagi sekolah-sekolah tertentu di Tanah Air.

"RSBI muncul dari globalisasi yang ditelan secara mentah-mentah tanpa dikritisi terlebih dahulu. Globalisasi tidak dikritisi secara mendalam, hingga akhirnya muncul konsep internasionalisasi pendidikan dan kemudian menjadi kebijakan pendidikan internasional. Maka, lahirlah RSBI," ungkap Darmin Vinsensius, Magister Frater-frater Fransiskan Jakarta dalam sebuah diskusi yang mengkritisi kebijakan RSBI yang digelar oleh Koalisi pendidikan dan Indonesia Corruption Watch (ICW), di Kantor ICW, Selasa (23/11/2010).

Darwin mengaku saat ini telah merampungkan disertasi S-3 di Universitas Negeri Jakarta mengenai RSBI. "RSBI memunculkan jurang antara yang kaya dan miskin. Internasionalisasi terlihat keras diperjuangkan oleh pemerintah, sementara rakyat biasa-biasa saja," imbuh Darwin.

Darwin mengatakan, ada tiga pendekatan Internasional yang digunakan dalam dunia pendidikan. Pertama, unilateral, yaitu negara mengirimkan murid berprestasinya untuk menempuh studi di negara lain. Kedua, bilateral, yaitu untuk mengirimkan murid berprestasi ke negara lain ada kesepakatan terlebih dahulu di antara dua negara bersangkutan. Ketiga, multilateral, yaitu seperti negara-negara yang tergabung dalam OECD (Organization For Economic Cooperation and Development), yaitu negara-negara terkaya di seluruh dunia antara lain Amerika Serikat, Australia, serta Perancis.

"Awalnya, OECD hanya mengurus tentang ekonomi, tetapi sekarang sudah menyentuh urusan pendidikan," kata Darwin.

Menurutnya, ada tiga ciri-ciri dari sekolah berstatus RSBI. Pertama, kurikulumnya yang exportation, adaptasion, integration, dan creation. Padahal seharusnya, kata Darwin, RSBI itu hanya integration dan creation.

"Nyatanya, RSBI di Indonesia malah lebih banyak exportation dan adaptasion-nya," ungkap Darwin.

Ciri kedua dilihat dari siswanya, yang dikategorikan menjadi lebih mobile atau berpindah-pindah negara dalam menempuh studi. Ketiga, dari gurunya, yang harus bisa menggunakan bahasa Inggris. Ketiga ciri tersebut berlaku umum karena merupakan hasil penelitian di seluruh dunia.

"Sekolah itu institusi sosial positif yang melayani kepentingan masyarakat, namun sekarang telah berubah dari komoditas menjadi komunitas," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com