Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Haruskah Anak Berhadapan dengan Hukum?

Kompas.com - 25/11/2010, 14:44 WIB

DEPOK, KOMPAS.com - Kasus hukum saat ini kerap menempatkan anak sebagai korban dan saksi dari suatu kasus pidana. Hal ini amat disesalkan karena keterlibatan anak dalam kondisi tereksploitasi dan harus berada dalam suatu situasi yang tidak dimengertinya.

Fenomena tersebut saat ini tengah dibahas para psikolog, khususnya psikologi forensik di acara Temu Ilmiah Asosiasi Psikolog Forensik seluruh Indonesia, 24-26 November 2010, di kampus Fakultas Psikologi UI, Depok. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Gumelar hadir sebagai keynote speaker dalam Pertemuan ilmiah yang bertema ”Kontribusi Psikologi Forensik Terhadap Permasalahan Anak Selaku Tersangka, Saksi, dan Korban Tindak Pidana”.

Kepala Kantor Komunikasi dan Humas UI Visnu Juwono mengatakan, temu ilmiah tersebut juga menghadirkan narasumber nasional dan Internasional. Beberapa narasumber itu antara lain Hakim Agung Prof Rehngena Purba, Prof Sarlito W. Sarwono, Kombes Drs Untung Laksono dari Mabes Polri, John Buttle (AFP-Australia), serta Dr Peter Newcombe (UQ Australia).

Selama tiga hari, temu ilmiah yang merupakan kerjasama Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (F.Psi UI) bersama Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia, diisi dengan presentasi makalah, workshop topik-topik spesifik serta forum berbagi pengalaman mengenai ”Peran Psikologi Forensik dalam Menangani Masalah Terkait Anak yang Berhadapan dengan Hukum”.

"Ini penting karena isu mengenai keterlibatan anak dan hukum tidak dapat terlepas dari bidang-bidang hukum seperti hukum pidana, hukum perdata dan hukum perkawinan yang secara langsung akan melibatkan anak sebagai saksi, atau pihak yang diperebutkan atau diperkarakan," ujar Visnu kepada Kompas.com, Kamis (25/11/2010).

Pada situasi tersebut anak kerap berada dalam kondisi tereksploitasi karena harus berada dalam situasi yang tidak dapat dimengerti. Pada titik inilah, pendekatan psikologi forensik dibutuhkan untuk menghasilkan rumusan terbaik dalam mengedepankan hak anak yang terlibat dalam kasus hukum.

"Sudah menjadi kesepakatan umum dalam hukum Internasional maupun nasional bahwa tiap keterlibatan anak dalam kasus hukum, harus mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak dengan catatan bahwa sanksi hukum akan diberlakukan sebagai opsi terakhir atau ultimum remedium dan bersifat terpaksa," ucapnya.

Sementara itu, Kepolisian RI sebagai garda depan penegakan hukum di Indonesia harus menjalankan sistem peradilan pidana yang mampu menerapkan diskresi (pengenyampingan hukum), diversi (pembelokan arah hukum), serta mengedepankan metode restorative justice dalam penerapan hukum kepada anak.

"Temu ilmiah ini diharapkan dapat memberikan pemikiran, hasil penelitian dan kebijakan publik mengenai masalah anak berhadapan dengan hukum, di mana psikologi forensik telah dapat dan akan terus berkontribusi," imbuh Visnu.

Adapun para peserta temu ilmiah tersebut terdiri dari para psikolog forensik, dosen, aparat kepolisian dan kejaksaan, aparat lapas dan bapas, Komisi Perlindungan Anak, Komnas Perempuan, Komnas HAM, Lembaga Swadaya Masyarakat bidang anak, perempuan, hukum dan hak asasi manusia, serta masyarakat akademik lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com