JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penanganan kasus dugaan korupsi dana Biaya Operasional Pendidikan (BOP), Biaya Operasional Sekolah (BOS), serta block grant Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Komite Sekolah tahun 2007-2009 di 7 sekolah di DKI Jakarta senilai Rp 5,7 miliar. ICW menilai kinerja penyidikan Kajati lamban dan cenderung janggal sehingga membuat kasus ini berlarut-larut.
ICW juga meminta KPK segera mengambil alih kasus korupsi di sektor pendidikan tersebut. Ketujuh sekolah yang diduga terdapat tindak pidana korupsi itu adalah SMPN 30, SMPN 84, SMPN 95, SMPN 28, SMPN 190, SMPN 67, serta SDN 012 RSBI Rawamangun Jakarta.
"Kami sudah berulangkali ke Kejati DKI dan kami melihat perkembangan kinerja di Kejati itu kurang baik karena ada beberapa masalah," ucap peneliti senior ICW, Febri Hendri, Selasa (21/12/2010), di kantor KPK, Jakarta.
Febri menjelaskan, kejanggalan penyidikan Kejati DKI Jakarta yang terjadi yakni Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta hingga saat ini belum juga memberikan data-data yang memadai kepada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk memperhitungkan kerugian negara. Padahal, penghitungan kerugian negara tersebut berguna untuk penetapan tersangka.
"Kami dapatkan informasi dari Wakajati bahwa Kajati baru mendapatkan dokumen SPJ (Surat Pertanggung Jawaban) dari BPK Jakarta pada November 2010 lalu. Padahal, kasus ini sudah kami laporkan sejak 2007. SPJ itu merupakan bukti penting untuk memperhitungkan kerugian negara," ungkap Febri.
Dengan demikian, lanjut Febri, kasus pun menjadi belarut-larut di Kejati DKI Jakarta.
"Kami tahu pemberantasan korupsi di sektor pendidikan terutama di sekolah akan berdampak langsung pada rakyat. Akan berbeda dengan kasus korupsi yang high level dampaknya, jadi tidak bisa dirasakan langsung oleh masyarakat," pungkas Febri.
Oleh karena itu, kata dia, ICW datang ke KPK untuk melaporkan Kajati DKI Jakarta dan tim penyidiknya. Selain itu, KPK perlu melakukan ambil alih kasus yang dinilai gagal ditangani pihak Kejati DKI Jakarta.
"Kami meminta KPK yang dianggap memungkinkan, karena kasus ini berlarut-larut dan alasan penundaan tidak memadai, maka kami berharap KPK mengambil alih penyidikkannya. Atau, barangkali KPK bisa memberikan penuntutan terhadap Kejati," tandas Febri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.