Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membangun Lewat Humanisasi Pendidikan

Kompas.com - 08/01/2011, 20:56 WIB

Oleh Satryo Soemantri Brodjonegoro

KOMPAS.com - Persoalan yang dihadapi bangsa ini dari hari ke hari makin banyak tanpa ada titik terang penyelesaiannya. Semua lini kehidupan mengalami persoalan dan cobaan yang tak habis-habisnya, bahkan makin parah.

Sektor keuangan, pendidikan, transportasi, olahraga, politik, tata kelola, kehakiman, hukum, peraturan perundangan, perindustrian, kejaksaan, kepolisian, perbankan, dan banyak sektor lain telah didera persoalan yang sangat mendasar: terjadi penyalahgunaan atau kesalahan fungsi dan kewenangan. Akibatnya, semua kebijakan yang ditempuh tak propublik, tetapi justru menyulitkan dan membebani serta menyengsarakan warga.

Mari kita perhatikan sekitar kita. Makin banyak orang yang jatuh miskin atau makin miskin. Dalam percaturan dunia, negara kita semakin tak diperhitungkan di antara negara-negara yang kompetitif. Kita masih diperhitungkan hanya karena memiliki jumlah penduduk besar dan sumber daya alam berlimpah.

Kenyataannya, jumlah penduduk yang besar dan sumber daya alam yang melimpah belum dapat memberi nilai tambah serta jaminan bagi kemajuan dan pertumbuhan Indonesia. Ada alasan yang sangat mendasar mengapa semua ini terjadi di Indonesia: karakter bangsa yang lemah. Tak kukuh mempertahankan prinsip kebenaran yang hakiki. Jangan-jangan nilai kebenaran yang hakiki sekalipun tak dimiliki bangsa ini. Padahal, bangsa yang maju adalah bangsa berkarakter dengan masyarakat berkarakter kuat.

Karakter dan kepribadian yang kuat ditunjukkan melalui sikap tertib aturan, mandiri, dan mendahulukan kepentingan khalayak. Saat ini pemahaman tentang kebenaran ternyata diartikan dengan sangat sempit dan kerdil: kebanyakan dibawa ke ranah hukum atau pengadilan untuk diputuskan benar-tidaknya.

Dalam proses mencari kebenaran ini pun terjadi masalah besar: karakter pihak yang terlibat lemah. Keputusan pengadilan sangat bergantung pada kualitas, moralitas, dan karakter para hakim. Kenyataannya, banyak putusan yang tak masuk akal, tak konsisten, dan jauh dari kebenaran yang hakiki.

Berkarakter lemah

Di samping itu, peraturan perundangan yang digunakan sebagai rujukan juga tak mencerminkan kebenaran yang hakiki karena disusun oleh orang yang juga berkarakter lemah. Akibatnya, peraturan perundangan kita cenderung tak propublik, malah mempersulit masyarakat. Lengkaplah sudah kesengsaraan warga karena tak satu lini pun yang prokepentingan publik.

Beruntunglah Indonesia. Rakyatnya tahan banting dan sangat sabar, bahkan cenderung pasrah sehingga stabilitas nasional sangat baik dan tak ada gejolak sosial yang signifikan, apalagi revolusi sosial. Siapa pun tak ingin terjadi revolusi sosial karena dampaknya akan sangat buruk bagi bangsa ini.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau