Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Identitas Generasi Muda Kita

Kompas.com - 08/03/2011, 20:52 WIB

LAMONGAN, KOMPAS.com - Saat ini wawasan kebangsaan dinilai menurun dan generasi muda kian mengalami krisis identitas. Perkembangan generasi muda dirasakan cukup mengkhawatirkan dan perlu mendapatkan perhatian serius.

Hal itu terangkum dalam Pemantaban Wawasan Kesatuan Kebangsaan bagi Masyarakat Jawa Timur di Lamongan, Selasa (8/3/2011), yang diikuti organisasi kepemudaan dan Organisasi Siswa Intra Sekolah se-Lamongan, Tuban, dan Gresik. Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Bagong Suyanto, saat menjadi pembicara memaparkan, di satu sisi globalisasi telah melahirkan berbagai perubahan yang bermanfaat bagi masyarakat, karena menawarkan contoh-contoh kemajuan dan alternatif baru. Namun, hasil globalisasi seringkali kurang menguntungkan negara berkembang. Salah satu kelompok yang rentan ikut terbawa arus adalah generasi muda.

Koordinator Bidang Kemasyarakatan Dewan Pakar Provinsi Jawa Timur tersebut menuturkan dalam konteks relasi yang tidak seimbang antara negara maju dan negara sedang berkembang. Akibatnya, hasil globalisasi pun sering tidak menguntungkan negara sedang berkembang.

Terkait rentannya generasi muda terhadap pengaruh berubahnya jaman itu, Bagong menyebut hal itu terjadi tak lain karena pemuda memiliki karakteristik unik, yakni labil, sedang dalam taraf mencari identitas, serta mengalami masa transisi. Hal itu membuat mereka cenderung tidak mampu menahan godaan dari proses perubahan global.

Namun, Bagong berharap semua pihak terutama orang tua dan guru tidak cepat menghakimi remaja dengan perilaku menyimpang sebagai anak nakal. Untuk memahami remaja yang dibutuhkan adalah kesediaan orang tua dan guru untuk berempati dan mengerti arti sebetulnya keinginan, harapan dan dunia kehidupan mereka.

"Tanpa adanya pemahaman yang mendalam terhadap kehidupan remaja, niscaya yang dilakukan hanyalah tindakan menghakimi atau sekedar menyalahkan mereka sebagai anak nakal yang tak patuh pada nasihat orang tua," kata Bagong.

Dia menyebutkan, di berbagai kota besar sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa ulah remaja semakin mencemaskan masyarakat. Kenakalan remaja kini tak lagi sekedar aktivitas seperti membolos sekolah, merokok, minum-minuman keras atau sekedar menggoda lawan jenis.

"Mereka kini seringkali terlibat tawuran layaknya preman, terjerumus dalam penggunaan obat-obatan terlarang dan kehidupan seksual pranikah," ujarnya.

Menurutnya, globalisasi dengan berbagai atribut dan tawaran gaya hidup serta budaya yang mampu membangkitkan mimpi, fantasi dan pemenuhan emosional untuk menyenangkan diri sendiri adalah daya tarik yang sulit ditepis remaja. Tawaran itu terutama lewat nilai-nilai yang cenderung sekuler dan media massa. Globalisasi memang terbukti mampu menyatukan dunia dan menyebabkan batas-batas administrasi wilayah menjadi kabur.

"Namun di saat yang sama globalisasi ternyata malah melahirkan kesenjangan sosial, polarisasi antar kelas yang makin lebar serta menumbuhkan pengangguran yang makin besar," paparnya.

Wakil Bupati Lamongan Amar Saifudin memiliki pandangan serupa dengan Bagong. Dia tidak memungkiri, bahwa masih rendahnya jiwa dan semangat wawasan kebangsan masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda. Hal itu terbukti masih banyaknya pertikaian antar kampung, perang saudara, tingkah laku suporter bola yang anarki, dan baru-baru ini kekerasan berkedok agama yang melibatkan anak-anak muda.

"Demi terciptanya rasa cinta kepada bangsa, maka kita harus memiliki wawasan dan pijakan yang benar dan tepat agar bisa membela negara dengan benar untuk mempertahankan keutuhan NKRI dari masalah disintegrasi, separatisme, dan hadirnya kekuatan asing yang mengancam," kata Amar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com