KOMPAS.com — Mince Ariesta Tefa (9), siswi kelas 5 Sekolah Dasar Tuamolo Desa Oetalus, Kecamatan Bikomi Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, telanjang kaki, berjalan sendirian di tengah hutan.
Meski panas terik, hujan, dan badai mendera tubuh bocah cilik itu, ia terus berjuang maju, menembus hutan rimba, melewati bukit dan sungai demi cita-cita di masa depan.
Semangat membaja yang dimiliki putri pasangan Alfons Tefa (46) dan Ny Mery Tefa (40) ini, dijalani sejak masuk kelas 1 SD itu. Ia tidak pernah diantar ke sekolah oleh orangtua, kecuali pendaftaran masuk. Terkadang ia berjalan bersama teman-teman, terkadang berjalan sendirian.
Mince yang ditemui di tengah hutan di KM 12 Kefamenanu, Senin (4/4/2011), mengaku, sudah terbiasa berjalan sendiri. Di jalan tanah berlumpur itu terkadang ia harus melepas alas kaki (sepatu dan sandal) karena lumpur atau becek. Ia pun bersedia basah kuyup dengan seragam di badan sampai usai sekolah.
“Sudah biasa. Mince ingin sekolah sampai jauh. Hanya orangtua tidak mampu karena mereka hanya petani biasa, dengan penghasilan tidak tetap. Selama mereka masih sanggup, saya sekolah terus. Cita-citaku mau jadi dokter di desa,” kata Mince sambil menutupi wajah dengan buku tulis.
Mince adalah salah satu dari ribuan anak dari desa terpencil di Nusa Tenggara Timur yang memiliki cita-cita tinggi, tetapi selalu terkandas pada persoalan biaya pendidikan dan dukungan keluarga.
Kemiskinan substansial yang melilit kehidupan warga miskin menyebabkan ribuan anak putus sekolah atau hanya sampai di tingkat sekolah dasar dan menengah.
Data NTT dalam angka 2010 menyebutkan, 372.635 anak usia sekolah tidak mengenyam pendidikan secara layak di tingkat sekolah dasar dan menengah. Dari jumlah ini, 219.054 anak tidak pernah duduk di bangku pendidikan atau buta huruf, 119.054 anak putus sekolah dasar, dan 34.527 putus sekolah menengah.
Program bantuan operasional dan wajib belajar sembilan tahun belum menyentuh kepentingan pendidikan anak. Pungutan liar masih terjadi, dengan alasan sebagai bentuk pembelajaran dan tanggung jawab pihak orangtua terhadap anak dan sekolah.
Antonia Taena (43), ibu guru SD Tuamolo, Kecamatan Bikomi Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara, mengatakan, ada ratusan siswa SD di sekolah itu memiliki semangat, disiplin, dan kerajinan belajar yang tidak diragukan.