Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspadai Pelanggaran dalam PPDB

Kompas.com - 20/06/2011, 13:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Aliansi Orangtua Peduli Pendidikan Indonesia (APPI) dan masyarakat sipil lainnya akan memantau proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) pada tahun 2011 ini. Berdasarkan pantauan tahun 2010, APPI menemukan sedikitnya 46 kasus terkait PPDB. Dari 46 kasus tersebut, yang terbanyak adalah kasus pungutan liar (pungli). Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri mengatakan, sekolah dengan berbagai alasan telah menggunakan momentum penerimaan siswa baru untuk menarik pungutan. Pungutan tersebut antara lain untuk uang pendaftaran, uang bangunan, seragam, dan buku pelajaran.

"Berdasarkan pantauan, diperoleh sejumlah kasus sebagai berikut, yaitu masalah administrasi sebanyak dua kasus, masalah daya tampung sekolah yang tidak memadai sebanyak tiga kasus, jual beli bangku kosong sebanyak satu kasus, pelayanan informasi PSB yang tidak jelas oleh pemerintah daerah sebanya tiga kasus," kata Febri kepada para wartawan, Senin (20/6/2011), di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan.

Selain itu, sambung Febri, ditemukan juga satu kasus dugaan mark up nilai agar calon siswa bisa diterima di sekolah unggulan (RSBI). Ada pula dugaan pungli dan sumbangan paksaan sebanyak 32 kasus dan keistimewaan serta "surat sakti" pejabat sebanyak satu kasus.

"Pungutan dalam PPDB cukup beragam. Namun berdasarkan jenjangnya, calon murid SD rata-rata dikenai pungutan sebesar Rp 350-500 ribu, untuk jenjang SMP rata-rata dipungut Rp 750 ribu sampai Rp 1 juta, dan untuk jenjang SMA berkisar antara Rp 2,5 juta-Rp 5 juta. Untuk SD, ini bukti jika pendidikan dasar tidak gratis," ujar Febri.

Sementara itu, Sekretaris APPI Jumono membeberkan, ada beberapa sekolah yang ketika wawancara dengan orangtua siswa memberikan pertanyaan yang tidak ada kaitanya dengan proses pendidikan. Menurut dia, proses tes wawancara sering dikeluhkan khususnya di rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) karena ada pertanyaan tentang berapa kesanggupan orangtua (penghasilan) membayar untuk anaknya bila menempuh pendidikan di sekolah tersebut.

"Ada beberapa kasus, di SMPN 26 Depok dan SMAN 81 Halim, di sekolah tersebut orangtua murid ditanyakan hal itu. Sedangkan di SMAN 8 Jakarta siswanya yang ditanya. Ini kan bukti RSBI hanya untuk orang mampu. Apa relevansinya dengan PPDB, kami menduga mereka hanya menjaring calon murid yang berasal dari golongan mampu," kata Jumono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com