Jakarta, Kompas
Jumlah ini sangat minim jika dibandingkan dengan kebutuhan tenaga peneliti arkeologi untuk mencakup seluruh wilayah Indonesia.
”Idealnya di setiap kabupaten/kota ada kantor unit pelaksana teknis atau balai arkeologi karena di setiap kabupaten/kota memiliki peninggalan bersejarah,” kata Junus Satrio Atmodjo, Staf Ahli Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Bidang Hubungan Antar Lembaga, Selasa (21/6) di Jakarta.
Kenyataannya, sekarang ini hanya ada empat perguruan tinggi yang mempunyai jurusan arkeologi, yaitu Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta), Universitas Indonesia (Jakarta), Universitas Udayana (Denpasar), dan Universitas Hassanudin (Makassar).
Secara terpisah, Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Bambang Wibawarta mengatakan, peminat jurusan arkeologi yang ingin masuk UI cukup banyak. Namun, UI hanya menerima 15-20 siswa setiap tahunnya dengan alasan untuk menjaga kualitas lulusan.
Menurut Nies Anggraini, Ketua Harian Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, kekurangan tenaga peneliti bidang arkeologi lebih disebabkan keterbatasan formasi pegawai negeri untuk peneliti arkeologi.
Menurut Junus, para arkeolog yang setia menekuni bidangnya hanya bisa bekerja sebagai pegawai pemerintah. Ini karena penelitian dan pelestarian temuan bersejarah merupakan wewenang pemerintah. Untuk Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, setiap tahunnya hanya diberi jatah tenaga baru 12-15 peneliti.