Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sentralisasi Didukung Organisasi Guru

Kompas.com - 24/06/2011, 04:08 WIB

Jakarta, Kompas - Desentralisasi guru selama ini lebih banyak merugikan pendidikan karena profesi tersebut dipolitisasi pejabat lokal. Karena itu, sejumlah sekolah dan organisasi guru mendukung rencana dikembalikannya tata kelola guru pada pemerintah pusat atau sentralisasi.

Meski demikian, guru berharap pemerintah pusat tetap bisa mendorong pemerintah daerah dalam meningkatkan profesionalitas dan kesejahteraan guru.

Dukungan untuk menghapus desentralisasi pendidik itu antara lain datang dari sejumlah pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Forum Musyawarah Guru Jakarta (FGMJ), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Forum Tenaga Honorer Sekolah Negeri Indonesia (FTHNSI), Presidium Guru Swasta Indonesia (PGSI), dan Ikatan Guru Indonesia (IGI) yang dihubungi dari Jakarta, Kamis (23/6). Sampai saat ini tercatat

2.791.204 guru dari jenjang TK sampai SMA/SMK.

Sejumlah organisasi guru mengungkapkan, peran bupati/ wali kota sangat dominan dalam mengangkat dan memberhentikan kepala sekolah. Selain itu, redistribusi guru sulit dilaksanakan, meskipun dalam satu provinsi, karena guru-guru di bawah kewenangan bupati/wali kota.

Ani Agustina, Ketua Umum FTHNSI, mengatakan, pengadaan guru yang terpusat akan mengurangi ”permainan” di daerah yang menguras dompet para guru. ”Dalam perjuangan guru honorer di daerah menjadi guru pegawai negeri sipil (PNS) daerah, para guru justru menjadi sumber perahan hingga puluhan juta rupiah saat ada lowongan PNS daerah,” ujarnya.

Perhatian daerah

Iwan Hermawan, Sekjen FGII, mengatakan, sentralisasi guru akan memudahkan rotasi guru ke daerah lain, terutama untuk memenuhi kekurangan guru di daerah tertentu. Proses pencairan anggaran untuk guru selama ini terhambat karena masuk APBD kota/kabupaten dari dana alokasi umum (DAU) sehingga proses pencairan menunggu pengesahan APBD dulu.

Dewan Pembina Ikatan Guru Indonesia Ahmad Rizali mengatakan, desentralisasi guru sering dimanfaatkan pemerintah daerah untuk mengangkat guru tanpa memerhatikan kualitasnya.

Retno Listyarti, Ketua FGMJ, mengatakan, tidak semua daerah mengabaikan guru. Di DKI Jakarta, misalnya, guru mendapat tunjangan dari pemerintah yang cukup besar. ”Kalaupun dilakukan sentralisasi, kesejahteraan guru jangan sampai turun,” ujarnya. Ia khawatir sentralisasi akan menyebabkan daerah menghapus tunjangan guru.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com