Jakarta, Kompas
Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengatakan, opsi pertama bidang pendidikan kembali seperti dulu, yakni ada kepala dinas sebagai perwujudan desentralisasi dan kantor wilayah sebagai perwujudan dekonsentrasi.
Opsi kedua, hanya penataan guru dan tenaga pendidik yang ditangani pemerintah pusat, sedangkan sarana dan prasarana pendidikan serta hal lainnya yang terkait pendidikan ditangani pemerintah kabupaten dan kota.
Adapun opsi ketiga adalah sentralisasi dan dekonsentrasi dengan sistem regional. Artinya, tidak di setiap provinsi ada kantor wilayah yang menangani guru dan tenaga pendidik, tetapi dipertimbangkan kondisi geografis dan jumlah penduduk di setiap wilayah. Provinsi yang jumlah penduduknya sedikit bisa digabung dengan provinsi lain dalam penanganan guru dan tenaga pendidik.
”Opsi mana yang akan dipilih, saat ini sedang dibahas. Opsi yang dipilih juga tidak boleh bertentangan dengan peraturan terutama Undang-Undang Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah,” kata Nuh.
Secara terpisah, Rektor Institut Pertanian Bogor Herry Suhardiyanto mengatakan, sentralisasi pendidikan perlu dipertimbangkan untuk diterapkan kembali karena desentralisasi pendidikan sebagai wujud otonomi daerah terbukti tidak memajukan pendidikan.
”Disparitas mutu pendidikan antardaerah semakin lebar karena kesiapan dan kualitas sumber daya manusia di setiap daerah sangat berbeda,” kata Herry dalam acara Curah Pendapat Pendidikan Menengah yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan Nasional di Jakarta, Senin (27/6).
Menurut Herry, banyak pihak merasa desentralisasi pendidikan malah menimbulkan banyak persoalan dan kemunduran di bidang pendidikan.
”Sentralisasi pendidikan jangan dimaknai penyeragaman. Namun dengan sentralisasi pendidikan, pemerintah pusat harus memastikan pencapaian infrastruktur, pendidik, kelembagaan, dan mutu pendidikan yang sama di semua daerah,” kata Herry.
Sebelumnya, sejumlah guru di sejumlah daerah mengeluh karena otonomi daerah berdampak pada politisasi guru dan kepala sekolah. ”Pengangkatan guru dan kepala sekolah tidak memerhatikan kompetensi dan kualitasnya, tetapi tergantung kedekatan dengan bupati atau wali kota,” kata Dewan Pembina Ikatan Guru Indonesia Ahmad Rizali.
Iwan Hermawan, Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia, mengatakan,