Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemdiknas Janji Tindaklanjuti Temuan BPK

Kompas.com - 05/07/2011, 08:54 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas), Fasli Jalal berjanji akan menyelesaikan sejumlah temuan yang memicu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan status disclaimer terhadap laporan keuangan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas). Ia mengatakan, batas akhir menindaklanjuti temuan-temuan itu adalah 60 hari, terhitung sejak 23 Juni 2011 lalu.

"Temuan ini banyak sekali. Saya contohkan, dalam pendidikan tinggi (Dikti) saja, per 30 Juni ada 166 temuan. Ini termasuk juga di Kopertis di berbagai perguruan tinggi," kata Fasli, Senin (4/7/2011) malam, di Jakarta.

Dari 166 temuan di sektor Dikti, sambung Fasli, yang sudah selesai ditindak lanjuti sebanyak 76 temuan dan sisanya, 90 temuan lain, saat ini masih dalam proses ditindaklanjuti. Ia mengungkapkan, Direktur Jenderal (Dirjen) Dikti, Djoko Santoso merencanakan per tanggal 12 Juli akan menyelesaikan 13 temuan. Kemudian, per 20 Juli ditambah dengan menyelesaikan 26 temuan dan yang waktu penyelesaiannya melewati 20 Juli sebanyak 51 temuan.

"Ini dari sisi Dikti, belum tentu disetujui oleh BPK. Sesudah diselesaikan di tingkat kita, temuan harus dilaporkan dan BPK akan meminta auditornya untuk menilai kecocokan temuan yang kita tindaklanjuti," ujarnya.

"Temuan itu (di tingkat Dikti), terdiri dari beberapa hal. Yang terbanyak itu pengelolaan aset tetap, sebanyak 66 temuan. Ini umumnya adalah karena masih ada perguruan tinggi yang lahannya belum bersertifikat. Kemudian penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebanyak 21 temuan," tambah Fasli.

Seperti diberitakan, rincian BPK tentang berbagai temuan disclaimer di Kemdiknas itu antara lain adalah dana bantuan sosial (Bansos) yang tidak disalurkan dan tidak disetor ke kas negara sebesar Rp 69,3 miliar. Tunggakan tunjangan profesi dan tagihan beasiswa tahun 2010 yang mencapai Rp 61,9 miliar, Rp 130 juta realisasi belanja yang fiktif dan Rp 750 juta dana hibah yang tidak dicatat serta barang dari hibah Provinsi Lampung senilai Rp.4,7 miliar yang belum diproses.

Selain itu, benda keterlambatan belum dikenakan Rp 5,2 miliar, perjalanan dinas yang tidak diyakini kewajarannya serta honor ganda Rp 18,5 miliar dan 61.748 dollar AS. Terdapat pula catatan mengenai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang tidak disetor ke kas negara sebanyak Rp 25,8 miliar serta pencatatan dan pelaporan PNBP yang tidak memadai mencapai Rp 7,4 miliar. Aset tetap yang tidak masuk invetarisasi dan re-evaluasi sebesar Rp 287 miliar. Pengendalian atas penatausahaan aset tidak memadai sebesar Rp 28,9 miliar, pengadaan barang yang tidak selesai dilaksanakan mencapai Rp 55,9 miliar.

"Pada dasarnya, kita mendukung BPK. Karena semua yang ditemukan BPK ini bagus, betul-betul akan menuju pada pengelolaan keuangan yang lebih baik. Oleh karena itu, mana yang tidak baik wajib kita tindaklanjuti dan kita merasa bersyukur karena selain ditindak lanjuti, kita didesak oleh BPK untuk menyusun standard operating procedure (SOP) bagaimana kita mencegah ini tidak terjadi di tahun-tahun berikutnya," kata Fasli.

Ia  mengatakan, jika dalam batas waktu 60 hari penindaklanjutan itu tidak selesai dan diketahui adanya kerugian negara, baik karena adanya mark up, fiktid atau alasan lainnya, akan ditindaklanjuti secara hukum.

"Tindak lanjut mengenai temuan-temuan itu akan kita laporkan terus (kepada BPK) benarkah sudah selesai. Sebab, istilah selesai itu pada akhirnya hanya ketika mendapatkan clearence dari BPK," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com