Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
PENDIDIKAN

Tiga Catatan untuk Eksistensi RSBI

Kompas.com - 12/07/2011, 17:47 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Keberadaan sekolah berstatus rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) mulai dikritisi. Tingginya biaya yang dikenakan kepada siswa dinilai membuat sekolah ini sangat eksklusif dan hanya menyasar kalangan mampu secara ekonomi. Selain itu, pengelolaan manajemen dan keuangannya penuh misteri karena hanya kepala sekolah dan pengelola yang mempunyai akses untuk mengetahuinya. Ada sejumlah catatan atas eksistensi RSBI.

"Pengalaman saya dan pendahulu saya sebagai Ketua Komite SMAN 70 Jakarta, sama sekali tidak diberikan akses untuk mengetahui dan mendapatkan informasi tentang Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS) serta Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) penggunaan APBS sebelumnya," kata Ketua Komite SMAN 70, Musli Umar, Selasa (12/7/2011) siang, di Jakarta.

Musli mengatakan, penyelenggaraan RSBI berpotensi melahirkan praktik korupsi. Ia menawarkan beberapa solusi. Ia pun mengungkapkan tiga poin yang menjadi catatan kritis atas keberadaan RSBI. Pertama, masyarakat yang peduli pendidikan harus segera mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi untuk memohon pasal RSBI dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dibatalkan. Kedua, mendesak untuk dilakukan audit investigasi terhadap seluruh sekolah RSBI oleh lembaga independen terpercaya. Ketiga, mendesak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau lembaga independen lain yang terpercaya supaya membuat tata kelola manajemen dan keuangan RSBI di seluruh Indonesia.

"Jangan menyimpan sesuatu yang lebih banyak mudharatnya. RSBI sebaiknya dibubarkan saja," ujar Musli.

Ketua Divisi Monitoring Pelayanan Publik, Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Hendri, melontarkan pernyataan senada. Menurut dia, dari sejumlah dugaan praktik korupsi yang ditemukan di sekolah berlabel RSBI menjadi bukti nyata jika RSBI didesain hanya untuk praktik korupsi. Ia menilai, praktik korupsi yang terjadi di sekolah RSBI karena buah dari ketidaksiapan sekolah dalam mengelola dana yang diberikan oleh pemerintah. Febri berharap DPR dapat merevisi UU yang mengatur tentang RSBI.

"Sekolah berlabel RSBI itu hanya menjadi mesin 'ATM' buat kepala dinas pendidikan. Daripada seperti itu, apakah tidak sebaiknya RSBI dibubarkan saja?" ujar Febri.

Sementara itu, Sekretaris Aliansi Orangtua Murid Peduli Pendidikan Indonesia (APPI), Jumono, juga berpendapat sama. Baginya, biaya mahal yang dipungut sekolah-sekolah berlabel RSBI kepada orangtua murid banyak dialirkan bukan untuk pengembangan mutu pendidikan, Melainkan disalurkan kepada oknum pejabat di lingkungan dinas pendidikan sebagai "pelicin" suatu proyek.

"Kami sangat prihatin karena ini praktik korupsi keserakahan. Korelasi biaya mahal dengan peningkatan mutu juga tidak jelas," kata Jumono.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Lengkapi Profil
    Lengkapi Profil

    Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com