Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Sekolah Swasta

Kompas.com - 23/07/2011, 02:09 WIB

FX Triyas Hadi Prihantoro

Berita ditutupnya sekolah swasta kini sering muncul pada akhir dan menjelang tahun ajaran baru. Tiada yang peduli terhadap nasib sekolah swasta yang makin tergusur dari persaingan dunia pendidikan.

Tahun ajaran baru 2011/2012, sejumlah sekolah swasta di beberapa kota masih kekurangan murid. Untuk memenuhi daya tampung, pihak sekolah pun berencana memperpanjang masa penerimaan (Kompas, 5/7/11).

Gugatan nasib sekolah swasta di tengah upaya pengebirian peran sekolah swasta oleh pemerintah—dengan berbagai kebijakan dan gelontoran dana kepada sekolah negeri—memang menjadi ironi. Padahal, ketika negara belum mampu menyelenggarakan pendidikan bagi rakyatnya, banyak sekolah yang dirintis dan dikelola oleh kalangan ulama (pesantren), nasionalis (Taman Siswa/bumiputra), dan misionaris (zending), terutama di pedalaman dan daerah tertinggal.

Makin minimnya minat warga negara mengenyam pendidikan di sekolah swasta berdampak pada sekaratnya sekolah swasta. Kalaupun ada sekolah swasta yang mampu ”bernapas”, hidupnya seakan digerogoti penyakit kronis. Kurangnya perhatian pemerintah membuat sekolah swasta sering menombok. Ini karena siswanya kebanyakan dari keluarga miskin atau telantar sehingga tidak mampu membayar biaya pendidikan.

Jadi, pamor sekolah swasta pun makin meredup, apalagi sekolah negeri terus difasilitasi untuk membenahi gedung menjadi supermegah dan guru-gurunya mendapat berbagai tunjangan.

Swasta ditinggalkan

Perubahan pilihan ini secara kasatmata dapat dilihat saat penerimaan siswa baru (PSB). Seperti di Kota Solo, dari sistem PSB, dapat dilihat bagaimana sekolah swasta menjadi pilihan terakhir.

Seperti diketahui, jumlah kuota sisa atau kuota yang belum terpenuhi pada jenjang SMP dan SMA di Solo yang mengikuti sistem PSB online mencapai 4.040 siswa. Jumlah tersebut mencakup 2.225 kursi SMP dan 1.815 kursi SMA. Tampak bahwa daya tampung yang belum terpenuhi kebanyakan di sekolah swasta. Bahkan, enam sekolah tidak mendapat pendaftar online.

Tidak mengherankan apabila sekolah swasta selalu mendapatkan sisa-sisa siswa yang bermasalah, baik secara akademik (nilai rendah) maupun kemampuan finansial lemah (miskin).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com