Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PTN Mahal Salah Siapa?

Kompas.com - 03/08/2011, 08:53 WIB

* oleh Ali Khomsan

KOMPAS.com - Pendidikan harus menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan dunia industri.

Pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab membiayai pendidikan, termasuk pendidikan tinggi. Kenyataannya, anggaran pemerintah kita kurang memadai untuk mengelola pendidikan tinggi yang berkualitas.

Anggaran yang minim tidak sejalan dengan tuntutan menjadikan perguruan tinggi negeri (PTN) sebagai universitas kelas dunia. Oleh karena itu, cita-cita membentuk universitas riset hanyalah mimpi di siang bolong.

Ketika sebuah lembaga internasional mengumumkan peringkat universitas-universitas di dunia, kita merasa terabaikan. Yang masuk peringkat tersebut hanya beberapa universitas ternama di Indonesia, seperti ITB, UI, dan IPB. Padahal, jumlah perguruan tinggi di Indonesia sangat banyak.

Unit biaya pendidikan tinggi terkait erat dengan mutu penyelenggaraan pendidikan. Biaya rendah akan mengorbankan kualitas yang hendak dicapai. Peningkatan mutu dosen, aktivitas riset, dan pelaksanaan proses belajar-mengajar memerlukan biaya besar, dan itu semua merupakan satu kesatuan untuk menghasilkan sarjana yang kompeten.

Beberapa PTN sejak beberapa tahun terakhir telah berkreasi menciptakan jalur seleksi mahasiswa dengan biaya mahal. Fakultas kedokteran ada yang menawarkan biaya masuk hingga lebih dari Rp 150 juta. Bisa jadi, ke depan tidak ada lagi dokter dari keluarga miskin.

Jalur penerimaan mahasiswa dengan sistem reguler (berbiaya relatif murah) adalah 60 persen dari total bangku universitas. Peluang kuliah dengan biaya kelas rakyat inilah yang diperebutkan oleh ratusan ribu calon mahasiswa. Sementara 40 persen sisanya buat mahasiswa kaya.

PTN merasa sah-sah saja menawarkan program jalur mahal ini ke masyarakat. Alasannya, pendidikan di perguruan tinggi memerlukan biaya tidak sedikit dan subsidi pemerintah selama ini tidak pernah mencukupi. Dengan demikian, peluang menjadi mahasiswa lebih besar pada anak-anak yang orangtuanya memiliki banyak uang.

Apakah ini berarti pendidikan tinggi tengah mengarah pada kapitalisme? Bagaimana nasib bangsa ini jika pendidikan yang baik hanya dapat dinikmati oleh orang-orang kaya?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com