Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Pemuda Wakili Indonesia di "Global Youth Summit" London

Kompas.com - 30/09/2011, 09:15 WIB

KOMPAS.com - Ryan Fajar Febrianto Haryono, Anindita Kusuma Listya, dan Niesrina Nadhifah, boleh jadi tengah bersukacita saat ini. Mereka terpilih untuk mewakili generasi muda Indonesia dalam ajang Global Youth Summit yang akan berlangsung di Uplands, High Wycombe, London, Inggris, 13-20 November mendatang.

Ryan Fajar Febrianto Haryono adalah mahasiswa Sosiologi Universitas Indonesia, dan Anindita Kusuma Listya, mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Indonesia. Ryan dan Dita terpilih dan akan bergabung dengan  60 anak muda dari 45 negara untuk  berdiskusi dan juga mengikuti workshop tentang isu-isu yang sedang hangat di dunia. Isu-isu tersebut diantaranya mengenai Hak Asasi Manusia, antikorupsi, youth work, hak-hak perempuan, perubahan iklim, pemberantasan kemiskinan, edukasi, HIV/AIDS, dan social entrepreneurship. Global Youth Summit ini diadakan oleh Global Changemakers dari British Council, yang merupakan perkumpulan anak-anak muda dari seluruh dunia yang peduli dengan isu-isu global dan memiliki track record sebagai aktivis sosial, social entrepreneur, dan juga volunteer di berbagai LSM.  

Awalnya, Ryan dan Dita ragu untuk mengikuti Global Youth Summit karena merasa belum melakukan perubahan untuk Indonesia.

“Rasanya belum pantas gitu, karena di Indonesia saja aku belum bikin banyak perubahan, tapi sudah berani maju ke ajang internasional. Tapi waktu aku lihat website Global Changemakers dan lihat persyaratan applicants, ternyata batas usia maksimum itu 19 tahun dan tahun ini aku 19 tahun. Berarti kalau aku nunggu bikin perubahan, berarti tahun depan aku tidak punya kesempatan untuk ikut. Akhirnya aku nekat apply, pertimbangannya dengan harapan setelah dapat ilmu untuk jadi changemaker di sana, aku bisa merealisasikan suatu project di Indonesia dan membuat perubahan,” kata Dita, kepada Kompas.com, pekan lalu.

Ryan juga mengungkapkan hal yang sama. Awalnya, ia ragu untuk mendaftar karena kegiatan ini untuk mereka yang memiliki rekam jejak yang sangat aktif.

“Saya ini baru menjadi volunteer di beberapa LSM. Tapi akhirnya saya berpikir bahwa semua orang itu adalah aktivis, asal dia mau dan mampu  untuk melakukan perubahan positif, at least untuk diri sendiri, orang terdekat, hingga masyarakat. Bukan berarti harus bikin sesuatu yang besar untuk jadi seorang aktivis. Tapi seberapa besar efek positif yang sudah kamu berikan ke orang sekitar, sekecil apapun itu,” ujarnya.

Akhirnya, dengan dukungan dari orang-orang sekitar dan modal keberanian, Ryan dan Dita mengikuti beberapa tahapan seleksi, diantaranya seleksi berkas, lalu membuat video persuasif tentang diri mereka, serta mereka diwawancara oleh panitia asal Venezuela dan India.

Sepulang dari London nanti, mereka harus membuat aksi yang telah mereka rancang dalam rencana aksi yang akan dibuat saat pertemuan.  Rencana aksi ini dibuat berdasarkan isu yang mereka pilih.

“Saya fokus pada Women’s and Girl’s Right, dan Youth Work, sedangkan Dita pada Anti-Corruption dan Youth Work,” ujar Ryan.

Tahun 2009 lalu, representatif Indonesia, Alanda  Kariza, membuat Indonesian Youth Conference yang sekarang sudah berlangsung 2 kali. Adapun tahun 2010, Niesrina Nadhifah (Ninies) membuat proyek Women Empowerment Walk Across the Borders (WEWAB) bersama generasi muda dari 9 negara lain. Ninies juga membuat pelatihan Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi untuk anak muda selama 6 hari di Indramayu bersama Yayasan Jurnal Perempuan dan Majalah Change.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com