Meski demikian, pasal ini mendapat banyak kritikan karena pemerintah semakin nyata mendorong liberalisasi dan komersialisasi pendidikan tinggi.
”Mengizinkan perguruan tinggi asing berdiri di Indonesia harus hati-hati. Mesti mempertimbangkan bagaimana kondisi perguruan tinggi di Indonesia. Tidak semua perguruan tinggi negeri juga siap bersaing dengan perguruan tinggi asing nantinya,” kata Rektor Institut Teknologi Bandung Akhmaloka, Sabtu (15/10).
Dalam ketentuan RUU PT disyaratkan PT asing yang beroperasi di Indonesia harus terakreditasi di negaranya. Selain itu, PT asing di Indonesia wajib bekerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia serta mengikutsertakan dosen dan tenaga kependidikan warga negara Indonesia. PT asing ini pun harus mampu mendorong pengembangan ilmu-ilmu dasar.
Dalam pandangan Akhmaloka, memang kehadiran PT asing bisa memotivasi PT di dalam negeri untuk meningkatkan kapasitas dan kualitasnya. Namun, perlu dipertimbangkan betul apakah waktunya sudah tepat.
Wakil Rektor II Universitas Airlangga, Surabaya, M Nasih mengatakan, PT dalam negeri tidak mudah membuka kampus di luar domisili. ”Kok perguruan tinggi asing mudah untuk berdiri di Indonesia?” kata Nasih.
Thomas Suyanto, Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Pendidikan Tinggi Swasta Indonesia (ABPTSI) mengatakan, dalam UU Sistem Pendidikan Nasional memang dimungkinkan PT asing masuk ke Indonesia. ”Karena pendidikan sudah dianggap sebagai komoditas biasa yang bisa diperdagangkan,” kata Thomas
Majelis Wali Amanah Institut Pertanian Bogor Didik J Rachbini mengatakan, pendidikan bukan barang dan jasa sebab di dalamnya ada sejarah, norma, adat budaya, dan ideologi. ”Mestinya pendidikan tinggi tidak menjadi obyek liberalisasi. Internasionalisasi bukan berarti sebebas-bebasnya,” kata Didik.(ELN)