Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Insinyur Desak Pemerintah Kaji Ulang Gaji Peneliti

Kompas.com - 26/10/2011, 16:55 WIB
Ester Meryana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Persatuan Insinyur Indonesia mendesak pemerintah untuk menata ulang sistem penggajian para peneliti. Ini karena gaji peneliti terbilang rendah jika dibandingkan sejumlah negara. Jika tidak diperhatikan, maka akan semakin banyak peneliti yang memilih bekerja di luar negeri.

"Gaji peneliti Indonesia sangat memprihatinkan," ungkap Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia Muhammad Said Didu dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Rabu (26/10/2011).

Said mengambil contoh gaji profesor riset, yang merupakan jabatan peneliti tertinggi di Indonesia, hanya dihargai Rp 5,2 juta per bulan. Gaji tersebut jauh lebih kecil dibandingkan gaji profesor riset di Singapura yang mencapai Rp 90 juta. Sementara itu, jabatan yang setara, di Jepang, mendapatkan gaji Rp 600 juta hingga Rp 900 juta per bulan.

Nominal tersebut sangat tidak seimbang jika dibandingkan gaji guru sekolah dasar di Serang, Banten, yang bisa mencapai Rp 6,5 juta. Adapun gaji guru sekolah dasar di Jakarta mencapai Rp 8,6 juta.

Said menyebutkan, gaji peneliti utama dan perekayasa utama yang merupakan jabatan fungsional tertinggi para teknolog di Indonesia hanya sekitar 5 persen dari gaji profesi yang sama di Malaysia. Gaji itu hanya 1 persen dari gaji di negara industri maju.

Menurut Said, hal itu menunjukkan bahwa pemerintah telah mematikan masa depan bangsa karena dipastikan akan menurunkan daya saing serta akan mendorong brain drain dan perginya orang-orang pintar ke luar negeri.

Oleh sebab itu, Persatuan Insinyur Indonesia meminta pemerintah dan DPR RI agar mengkaji ulang sistem penggajian dan besarannya, sekaligus memberikan perhatian khusus tentang hal tersebut dan mengharapkan agar semua pihak tidak terjebak dengan kepentingan politik jangka pendek dan demi kekuasaan.

"Saatnya mengurangi retorika dan segera melakukan aksi nyata menyelamatkan negara ini dari penurunan daya saing akibat perginya peneliti dan teknolog andal ke luar negeri," ungkap Said.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com