Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suharni, Rintis Sekolah di Pedalaman Digaji Rp 200 Per Hari

Kompas.com - 26/11/2011, 13:01 WIB
Sabrina Asril

Penulis

PELALAWAN, KOMPAS.com - Suharni (46) menjadi saksi hidup bagaimana pendidikan mulai bergerak di kawasan transmigrasi yang terletak di antara ribuan hektar kebun sawit di Desa Silikuan Hulu, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Riau.

Suka duka dialaminya sejak menjadi transmigran pada tahun 1989 di lumbung minyak sawit itu. Di sana, perkembangan pendidikan memang berjalan lambat. Namun, pelan tapi pasti tujuh orang transmigran di Silikuan Hulu akhirnya memutuskan membuat sekolah bagi anak-anak transmigran pada bulan Januari 1990.

Tidak ada gedung sekolah megah, yang ada hanya rumah warga. Mereka pun mengajar tanpa buku teks apalagi alat peraga. "Saat itu didata siapa saja penduduk yang punya latar belakang sekolah guru. Ternyata, ada tujuh orang, termasuk saya," kata Suharni, Jumat (25/11/2011), saat dijumpai di SDN 010 Silikuan Hulu dalam peringatan Hari Guru.

Berdasarkan permintaan para transmigran yang rata-rata berasal dari Pulau Jawa, tujuh orang guru itu sepakat mendirikan sekolah bernama SD Swadaya. Tidak ada dana yang dipungut. Untuk operasionalnya, seluruh warga gotong royong membantu.

"Dua unit rumah warga dijadikan sebagai ruang kelas yang disekat-sekat. Saya ingat dulu hanya punya 11 orang murid di kelas 1," kata wanita asal Gunung Kidul, Yogyakarta ini.

Meski baru berdiri, namun antusiasme orang tua cukup baik. Bahkan, ada orang tua yang memaksakan anaknya masuk meski belum cukup umur. "Ada anak 5 tahun, orang tuanya maksa masuk. Daripada dia main dan diam di rumah, orang tuanya minta sekolah. Apalagi dulu ini masih hutan tidak banyak kegiatan," tuturnya.

Pada saat proses belajar mengajar berlangsung, semuanya serba terbatas. Untuk mengajar hanya ada sebuah papan tulis kapur, meja panjang yang diisi 4-6 siswa, serta bangku. "Tidak ada buku paket, buku-buku kami bawa dari rumah masing-masing. Tidak ada seragam, semua bebas pakai baju rumah," cerita Suharni.

Buku saja tidak ada, apalagi alat peraga. Untuk menceritakan tentang tumbuh-tumbuhan di pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), para guru mengambil contoh dari alam sekitar Silikuan Hulu. Sementara untuk pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), guru-guru hanya menceritakan apa yang diingatnya.

Gaji Rp 200

Usaha dan jerih paya guru-guru di desa Silikuan Hulu ini tidak bisa tergantikan dengan materi. Bayangkan, dalam sehari, guru-guru swadaya ini hanya mendapatkan gaji Rp 200 per hari mengajar.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com