Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Pesan Penting di Balik Kiat Esemka

Kompas.com - 09/01/2012, 13:19 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com — Pakar teknik mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Prof Ir Herman Sasongko mengatakan, ada tiga pesan penting di balik karya mobil Kiat Esemka oleh para pelajar sekolah menengah kejuruan (SMK). Ketiga pesan itu adalah, pertama, pejabat harus hidup bersahaja, berpihak pada potensi lokal, dan melihat SMK sebagai solusi untuk mengantisipasi penganggur intelektual.

"Keberpihakan pejabat pada potensi lokal itu jauh lebih penting dari sekadar memesan atau membeli mobil Esemka karena keberpihakan itu akan lebih terwujud dalam bentuk kebijakan terhadap potensi lokal," kata Herman, Senin (9/1/2012), seperti dikutip Antara.

Ia menilai, mobil Esemka merupakan bukti bahwa Indonesia sudah siap berdikari di segala lini, termasuk bidang otomotif.

"Masalahnya, para elite kita yang tidak mau hidup bersahaja dengan mandiri, namun mereka mementingkan citra diri dengan pesan mobil," ujar Pembantu Rektor ITS yang juga pembina mobil "Sapu Angin" ITS itu.
 
Oleh karena itu, katanya, respons sejumlah pejabat yang menyikapi hasil karya para pelajar SMK itu dengan beramai-ramai memesan Esemka adalah sikap yang naif. Seharusnya pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mendukung mobil Esemka dan potensi lokal lainnya.

"Para elite kita perlu belajar dari Malaysia dan Jerman, bagaimana pejabat Malaysia memihak potensi lokal dengan mengeluarkan mobil Proton, dengan sebagian kecil komponen memang masih impor. Sedangkan pejabat Jerman memilih untuk memajukan pendidikan vokasi (SMK)," katanya.

Herman juga menyatakan dukungannya atas rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang ingin menggandakan politeknik menjadi 150 unit dalam beberapa tahun ke depan. Tujuannya, untuk mendukung perkembangan SMK yang akan menjadi andalan dalam dunia pendidikan ke depan.

"Tapi, hal itu harus diikuti dengan sikap Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan untuk mengeluarkan serangkaian kebijakan dan regulasi yang memihak pada potensi lokal, baik melalui industri skala khusus maupun industri berpola asuh antara industri besar dan kecil," ujar Herman.

Menurutnya, Esemka tidak mungkin berkembang dalam skala industri yang serba otomatis. Sebab, pelajar SMK hanya mampu membuat satu unit mobil Esemka dalam waktu tiga bulan. Sementara itu, industri mampu membuat satu unit mobil dalam delapan menit saja.

"Karena itu, keberpihakan pemerintah pada potensi lokal yang diawali dengan mobil Esemka itu jauh lebih penting daripada ramai-ramai memesan mobil Esemka. Itu hanya kepedulian sesaat dan naif, bahkan pemerintah bisa melakukan spesifikasi SMK untuk mendukung industri tertentu," katanya.

Ke depannya, ia berharap akan ada alumni SMK yang bergerak dalam bidang cat, baut, dan sejenisnya, seperti halnya yang terjadi di China. "Yang jelas, keberpihakan pemerintah itu penting karena pelajar SMK atau mahasiswa teknik sekali pun pasti akan terkendala izin prinsipil," ujar Herman.

Apalagi, menurutnya, potensi lokal dalam skala kecil dipastikan akan kalah bila berhadapan dengan produk impor.

"Kalau pemerintah hanya mementingkan impor, maka kita akan menjadi bangsa konsumen dan berada di bawah bangsa-bangsa lain untuk selamanya," katanya.

Ia menambahkan, ITS siap mendukung kebijakan pemerintah untuk berdikari. "Kalau pelajar SMK memiliki keahlian untuk membuat atau memproduksi, maka mahasiswa ITS akan mendukung dengan keahlian untuk merakit, mendesain, atau melakukan riset, seperti mesin Paidjo yang kami rancang," papar Herman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com