KOMPAS.com - Siswa Sekolah Menengah Kejuruan 29 Penerbangan Jakarta selama bertahun-tahun hanya ikut membantu merakit pesawat milik klub penerbangan di Bandara Pondok Cabe melalui program magang. Kini, siswa SMK 29 Penerbangan bisa merakit sendiri pesawat ringan eksperimental bernama Jabiru J430.
Meski hampir semua bahan didatangkan dari Australia, siswa dengan dibantu instruktur juga melakukan sejumlah rekayasa teknologi. Bagian sayap dan moncong, misalnya, dimodifikasi untuk mengatasi hambatan udara sehingga pesawat bisa melaju dengan kecepatan 130 knot atau sekitar 240 kilometer per jam. Pesawat berbobot 340 kilogram ini bisa terbang tujuh jam sejauh 1.600 kilometer atau setara Jakarta-Bali.
Begitu pula bahan bakar dimodifikasi agar tidak perlu menggunakan avtur, tetapi cukup menggunakan pertamax plus.
Namun, pesawat bermesin 3.300 cc yang terbuat dari komposit ini tidak langsung jadi sekaligus. Perakitan pesawat dilakukan secara bertahap.
Semula datang tantangan untuk merakit pesawat dari Kementerian Pendidikan Nasional ketika diadakan pameran Lomba Keterampilan Siswa Sekolah Menengah Kejuruan tahun 2008 di Makassar, Sulawesi Selatan. Pada waktu itu pemerintah mempunyai program nasional perakitan pesawat.
Sebelum merakit Jabiru J430, SMK 29 Penerbangan pernah membangun pesawat dengan rangka pipa yang kini menjadi monumen di halaman depan sekolah. Pengalaman selanjutnya diperoleh melalui program magang membantu perakitan pesawat dua tempat duduk di Bandara Pondok Cabe. Pesawat dua tempat duduk yang dirakit tahun 2007 itu diberi nama Jabiru J230.
"Kini pesawat Jabiru J430 dengan empat tempat duduk ini murni dikerjakan siswa kami dengan pendampingan tenaga ahli dari Federasi Aero Sport Indonesia (FASI), TNI AU, dan maskapai penerbangan," kata Kepala SMK 29 Penerbangan Dedi Dwitagama.
Perakitan pesawat dengan panjang 6,5 meter dan lebar rentang sayap 9,6 meter itu melibatkan 200 siswa kelas X-XII jurusan Airframe Power Plane (bodi, rangka, dan mesin pesawat) dan Electrical Avionics (sistem kelistrikan, elektronika, dan instrumen pesawat) di garasi tertutup dekat hanggar di halaman belakang sekolah.
Untuk proyek percontohan ini, sekolah tidak membentuk tim khusus. Semua siswa di kedua jurusan itu terlibat agar memiliki kesempatan belajar yang sama. Caranya, setiap hari secara bergantian ada 20 siswa yang merakit pesawat dengan pembagian kerja pagi (pukul 07.00-12.00) dan siang (pukul 13.00-18.00). Paling tidak ada 11 guru dan tenaga ahli perakit yang setiap hari bertugas mendampingi siswa.
"Tujuannya bukan hanya membuat pesawat, melainkan juga memberikan kesempatan siswa belajar," kata Ahmad Budiman, marketing Jabiru yang juga guru di SMK 29 Penerbangan.