Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"The Devils are in The Details", Karut Marut Pendidikan Indonesia

Kompas.com - 18/04/2012, 16:18 WIB
M.Latief

Penulis

Oleh Dhitta Puti Sarasvati

KOMPAS.com - The devils are in the details adalah sebuah peribahasa yang menggambarkan, bahwa detail yang terlihat kecil dan sederhana bisa sangat berpengaruh terhadap hal yang lebih besar. Detail bisa menjadi sesuatu sangat penting. Hal tersebut juga berlaku di dunia pendidikan.

Di dunia pendidikan, detail misalnya, adalah apa yang terjadi di dalam kelas, apa yang dibaca oleh siswa, kapasitas masing-masing guru dalam menyampaikan pembelajaran dan juga praktek pembelajaran (di dalam maupun luar kelas) itu sendiri. Itu semua sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan Indonesia secara keseluruhan. Apa yang siswa pelajari hari ini akan membentuk pemikirannya di masa yang akan datang.

Pada pembukaan Rembuk Nasional Pendidikan (3/3/2010), Pak Nuh (Menteri Pendidikan Nasional dan Kebudayaan) mengungkapkan, "Potensi-potensi yang berupa kekuatan batin, karakter, intelektual, serta fisik. Semua itu harus kita integrasikan menjadi sesuatu kekuatan dari sang anak," (Kompas.com/3/3/2010).

Sebenarnya, pernyataan Mendikbud tersebut dan berbagai slogan lainnya, seperti "Pentingnya Pendidikan Karakter" tidak ada artinya saat berbagai detail dalam keseharian dunia pendidikan Indonesia tidak diperhatikan. Pemerintah juga harus memperhatikan hal ini.

Kasus seperti beredarnya Lembar Kerja Siswa (LKS) berkualitas rendah di sekolah-sekolah di Indonesia (termasuk di sekolah negeri) merupakan salah satu contoh bagaimana pemerintah lalai memperhatikan detail dalam kondisi pendidikan di Indonesia.

Puncak gunung es

Kasus terungkapnya materi LKS untuk siswa kelas 1 dan 2 SD mengenai "Istri Simpanan" dan "Si Angkri", yang isinya tidak mendidik, hanya puncak dari gunung es. Para pengamat dan praktisi pendidikan sudah lama tahu mengenai beredarnya LKS dan buku pelajaran yang rendah kualitasnya di sekolah-sekolah di Indonesia. Mereka sudah memprotes masalah ini sejak lama, meskipun kasusnya belum terungkap seheboh sekarang.

Beberapa tahun lalu, saat Pendidikan Lingkungan dan Budaya Jakarta (PLBJ) masih bernama Pendidikan Lingkungan Kehidupan Jakarta (PLKJ), sudah ada materi ajar beredar di SD di Jakarta yang berisi mengenai pentingnya pusat perbelanjaan untuk warga kota. Di dalam salah satu buku yang digunakan untuk pengajaran di dalam kelas itu tertulis:

"Dibangunnya pusat perbelanjaan yang non-tradisional (moderen) merupakan kebutuhan warga kota. Warga kota menghendaki keamanan dan kenyamanan berbelanja. Di kota-kota seperti Jakarta banyak dibangun pasar swalayan (supermarket). Pasar swalayan memenuhi kebutuhan masyarakat. Berbelanja di pasar swalayan akan merasa aman dan nyaman. Tempatnya bersih sejuk, serta pelayanannya memuaskan. Di sana tidak terjadi permainan harga sehingga pembeli tidak merasa dirugikan," (http://mahkotalima.blogspot.com/2012/02/reposting-pendidikan-lingkungan.html)

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com