JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang meniadakan naskah soal Ujian Nasional (UN) dengan huruf braille bagi siswa tuna netra yang bersekolah di sekolah inklusi perlu dikaji kembali.
Hal itu dikatakan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto, Selasa (24/4/2012), di Jakarta. "Peniadaan naskah untuk siswa tuna netra di sekolah inklusi memang perlu dibahas lebih lanjut," ujarnya.
Menurutnya, standar operasional prosedur dan aturan pelaksanaan UN di sekolah-sekolah inklusi perlu lebih dipertegas kembali. Karena, kebijakan yang ada selama ini adalah memberikan pelayanan khusus dengan cara membacakan soal dan memberikan tambahan waktu 30 menit.
"Kalau soalnya dibacakan, itu sudah tidak rahasia lagi," ungkapnya.
Taufik menegaskan, dirinya sudah pernah menyampaikan argumennya tentang pelaksanaan UN di sekolah inklusi kepada pemerintah pusat. Namun, semua keputusan terkait dengan pelaksanaan UN ada di tangan Kemdikbud dan akhirnya sekolah inklusi tetap tidak mendapatkan naskah soal UN dengan huruf braille.
Dia berpendapat, akan lebih baik jika siswa tuna netra di sekolah inklusi diberikan naskah berhuruf braille. Hal itu berguna untuk memberikan rasa nyaman, dan melatih siswa berkebutuhan khusus memahami permasalahan yang tersaji dalam soal UN.
"Selain memudahkan pelaksanaan dan pengawasan, para siswa juga dapat lebih memahami permasalahan yang ada di soal UN itu," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.