Jakarta, Kompas
Hal ini dikemukakan Ketua Pusat Dokumentasi Ilmiah Indonesia LIPI Sri Hartinah dan Asisten Deputi Bidang Data Informasi Iptek Kementerian Riset dan Teknologi Agus Sediadi, Jumat (27/4).
Banyaknya jurnal ilmiah yang tak memenuhi syarat, terutama pada rendahnya kualitas isi dan inkonsistensi edisi penerbitan, serta ketidaktepatan referensi.
Menurut Agus, untuk meningkatkan jumlah dan kualitas jurnal ilmiah di Indonesia, pihaknya bekerja sama dengan pengelola web ilmiah dunia, antara lain Thomson Reuters. Dampaknya, jurnal di Indonesia masuk peringkat atas jurnal yang banyak diakses dan disitasi peneliti dunia.
Masuk peringkat 100 besar di Thomson Reuters tak mudah. Kini, jurnal ilmiah dari Indonesia banyak kekurangan, di antaranya pada penyusunan abstrak dan penulisan yang terkadang tak mengikuti kaidah bahasa ilmiah.
Karena itu, disiapkan program pelatihan penulisan oleh para editor jurnal ilmiah di Indonesia yang diakreditasi. Pelatihan itu di antaranya diajarkan cara membuat abstrak yang benar.
Pada paparannya, Managing Director Thomson Reuters untuk Asia, Woei Fuh Wong, mengungkapkan, di kawasan Asia Tenggara, jumlah publikasi riset dari Indonesia tergolong rendah, nomor 4 dari 5 negara ASEAN.
”Posisi Indonesia jauh di bawah Singapura atau Malaysia. Namun, posisi ketiga setelah Singapura dan Filipina dalam hal sitasi hasil riset dalam publikasi riset dunia berdasarkan dokumen Web of Science dari Thomson Reuters,” katanya.
Artinya, publikasi riset Indonesia relatif rendah, tapi banyak dikutip dalam publikasi-publikasi ilmiah yang masuk Web Science. Publikasi riset menonjol Indonesia: kedokteran klinik dan ilmu fauna dan flora.