Surabaya, Kompas
Hal itu dikemukakan Ketua Forum Direktur Politeknik Negeri, yang juga Direktur Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), Dadet Pramadihanto, Sabtu (28/4), di Kampus PENS, Surabaya. ”Jumlah politeknik sebenarnya sangat kurang karena kebutuhan tenaga kerja yang terampil semakin tinggi. Dari 32 politeknik negeri, hanya ada 50.000 mahasiswa,” ujarnya.
Berbeda dengan pendidikan jalur akademik yang lebih menitikberatkan pada pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan jalur vokasi, seperti politeknik, membutuhkan biaya operasional besar karena lebih menitikberatkan praktik ilmu pengetahuan. Itu yang dinilai Dadet sebagai penyebab minimnya jumlah politeknik. Jika ada pihak swasta yang membuka program politeknik, kata Dadet, hal itu sudah luar biasa karena akan sangat berat pada masalah biaya.
Biaya menjadi mahal karena jumlah siswa dalam satu ruang kelas hanya sedikit sehingga unit
Hal senada dikemukakan
”Ruhnya politeknik itu keterampilan. Biaya di politeknik lebih mahal karena mahasiswa sedikit, sementara praktik banyak. Satu kelas paling banyak hanya 30 mahasiswa. Selain subsidi, politeknik juga harus mencari sumber pendanaan nonmahasiswa,” ujarnya.
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja siap pakai, PENS memiliki 42 akademi komunitas binaan yang tersebar di beberapa wilayah di Jawa Timur. Melalui akademi komunitas ini, mahasiswa dididik dan dilatih selama satu tahun (D-1) dengan kurikulum yang disusun sesuai kebutuhan industri tertentu. Penyusunan kurikulum dan pelatihan untuk dosennya dilakukan oleh PENS. Sistem pengajarannya terkadang menggunakan telekonferensi dari PENS ke akademi komunitas tertentu. Jumlah akademi komunitas semakin banyak karena industri semakin banyak mencari lulusan dari akademi komunitas.
”Industri membutuhkan banyak teknisi yang bisa dipenuhi dari lulusan akademi komunitas. Kebutuhannya sangat tinggi, terutama di kabupaten/kota. Setiap kelas yang dibuka di daerah pasti banyak peminat,” kata Kepala Departemen Multimedia Kreatif PENS Achmad Basuki.