Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Bersekolah Hanya Sekadar Mimpi...

Kompas.com - 02/05/2012, 05:56 WIB
Riana Afifah

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hampir 53 tahun sudah masyarakat Indonesia merayakan Hari Pendidikan Nasional dengan harapan semua anak Indonesia dapat bersekolah dan menyelesaikan jenjang pendidikannya. Bahkan sejak tahun 2005, Jakarta sudah menuntaskan program wajib belajar sembilan tahun dan segera bergerak menuju wajib belajar 12 tahun pada tahun 2013.

Namun kenyataannya, masih tercecer potret usang dunia pendidikan bagi kaum papa. Fachry, bocah yang seharusnya sudah duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama ini, terpaksa menanggalkan mimpinya untuk terus mengenyam pendidikan lantaran tidak ada biaya. Kala itu, penghasilan ibunya sebagai tukang cuci tidak cukup untuk membiayai sekolah sehingga Fachry terpaksa putus sekolah saat masih duduk di bangku kelas empat.

"Bapak udah nggak kerja. Ibu dulu juga jadi tukang cuci. Jadi buat bantu ibu, aku kerja aja. Duitnya bisa untuk makan rame-rame," kata Fachry yang akrab disapa Tompel oleh teman-temannya ini, ketika dijumpai di ITC Mangga Dua, Jakarta, Selasa (1/5/2012).

Ya, Fachry kecil harus ikut mencari nafkah agar dapur di rumahnya tetap mengepul. Untuk itu, tiap hari ia berjalan dari rumahnya menuju ITC Mangga Dua sebagai pengangkat barang belanjaan pusat perbelanjaan tersebut.

Biasanya, bocah kecil ini berangkat siang hari hingga pusat perbelanjaan tersebut tutup. Upah yang didapatnya per hari juga tidak menentu yaitu antara Rp 30.000 - Rp 200.000.

"Nggak tentu, kak. Kalau rezekinya banyak, ya banyak. Biasanya hari Minggu rame yang dateng, dapetnya juga lumayan. Karena kalau pulang nggak bawa sesuatu buat ibu, rasanya nggak enak, kak," ungkap Fachry yang sejak 2009 sudah menjadi pengangkat barang di ITC Mangga Dua.

Tanpa ragu, ia pun mengajak Kompas.com untuk menyusuri rel di sebelah pusat perbelanjaan Mangga Dua tersebut untuk mampir ke rumahnya sambil terus bercerita. Ia menuturkan bahwa dirinya dan temannya kerap dikejar petugas keamanan saat hendak menawarkan jasa angkat barang, hingga akhirnya ada seorang pemilik toko di ITC Mangga Dua yang memberikan sekumpulan bocah ini seragam dan jaminan berkelakuan baik.

Dengan seragam tersebut, Fachry dan teman-temannya dikenal sebagai "Anak-anak Macgyver" karena kebetulan toko yang memberikan mereka seragam tersebut bernama toko "Macgyver". Namun jika saat ini berkeliling di ITC Mangga Dua, anak-anak berseragam ini sudah tidak tampak lagi karena ada larangan dari pusat perbelanjaan tersebut.

"Gara-gara ada yang gangguin pembeli, ada juga yang mainan eskalator. Terus ada yang ngambil barang, akhirnya dipanggil dan nggak boleh lagi. Gara-gara satu, semuanya jadi kena. Ya sekarang akhirnya nggak pake seragam," kenang anak ketujuh dari delapan bersaudara ini.

Sekitar lima menit berjalan di sepanjang rel kereta api, akhirnya sampai juga di rumah yang menjadi tempat tinggal Fachry beserta keluarganya. Rumah petak kecil di pinggir rel yang ditinggali Fachry dan keluarganya ini merupakan rumah sewa dengan bayaran Rp 150.000 per bulannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com