Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rektor-rektor Inlander

Kompas.com - 03/05/2012, 09:30 WIB

OLEH BONNIE EKO BANI

Jejak kolonialisme selama 350 tahun di Nusantara masih mengakar dalam berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia. Jejak kolonialisme tersebut berupa mentalitas inlander.

Mentalitas ini masih mengakar kuat dalam sistem sosial masyarakat. Bahkan, telah mengendap kuat dalam cara berpikir dalam memandang sesuatu.

Di dunia pendidikan tinggi, jejak kolonialisme berupa mentalitas inlander itu mewujud dalam internasionalisasi pendidikan tinggi. Saat ini banyak rektor yang terobsesi dengan asingisasi kampusnya. Banyak perguruan tinggi (PT) berlomba mengejar status sebagai world class university. Mereka melakukan modernisasi kampus yang berorientasi ke Barat.

Akibatnya, banyak PT yang mengadopsi kurikulum internasional secara mentah-mentah, tetapi melupakan aspek sosio-historis di mana PT tersebut berada. PT menafikan realitas sekitarnya dan berorientasi pada ”kemajuan” di Barat. Alhasil, banyak PT maju, tetapi kehilangan identitas sosial-kulturalnya, bahkan tercerabut dari realitas sosial sekitarnya.

Banyak PT (negeri ataupun swasta) membuka program internasional yang kedalaman ilmunya masih di tataran permukaan. Belum menyentuh sisi pengembangan ilmu-ilmu yang diinternasionalisasi.

Dalam praktiknya, internasionalisasi hanya dimaknai sekadar penggunaan bahasa asing (Inggris) dalam pengantar kuliah. Selebihnya, asingisasi materi kuliah yang sebenarnya bersumber dari kurikulum nasional sehingga internasionalisasi PT hanya menyentuh permukaan. Lebih parah lagi, proses tersebut menggerus identitas sosial-kultural manusia kampus: rektor, dosen, mahasiswa, dan karyawan.

Semua itu terjadi karena mentalitas inlander yang masih bersemayam di otak para pengelola kampus. Mereka bangga dengan ”internasionalisasi atau asingisasi” di kampusnya. Bagi mereka, internasionalisasi adalah pembaratan. Mereka mengagumi kurikulum pendidikan asing dan menerapkannya di kampus yang dikelolanya. Pengelola kampus yang bangga dengan internasionalisasi atau asingisasi kampusnya itu masih bermental inlander. Mudah terkagum-kagum.

Kapital intelektual

Melakukan internasionalisasi PT tentu tidak dilarang, tetapi juga harus mampu mengembangkan nilai kapital intelektual penghuninya, terutama mahasiswa. Pengembangan intelektual menjadi pijakan penting PT dalam mencerdaskan mahasiswa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com