BANDUNG, KOMPAS -
Demikian pemaparan Badriul Hegar Syarif, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia, dan Yvan Vandenplas, Guru Besar Ilmu Anak Vrije Universiteit Brussel, pekan lalu di Bandung. Keduanya menjadi pembicara dalam Kongres Perhimpunan Gastroenterologi, Hepatologi, dan Nutrisi Anak Indonesia.
Menurut Badriul, gumoh terjadi karena otot berbentuk cincin di ujung kerongkongan belum bekerja sempurna. Otot itu didorong diafragma sehingga menutup kerongkongan setelah ada makanan masuk lambung. Karena belum matang, sering kali otot kembali terbuka dan makanan di lambung naik dan dimuntahkan bayi. Gejala tersebut lumrah ditemui pada bayi baru lahir hingga berusia tiga bulan.
Badriul meminta orangtua waspada bila bayi rewel seusai gumoh, nafsu makan turun, dan berat badan turun. Bisa jadi asam lambung ikut keluar sehingga kerongkongan meradang dan menyakitkan bayi dalam menelan makanan.
Berdasarkan penelitian di RS Cipto Mangunkusumo, tahun 2004, atas 138 bayi baru lahir, kecenderungan regurgitasi terlihat pada awal kelahiran kemudian menurun hingga usia 1 tahun. Bayi yang diberi air susu ibu secara eksklusif lebih rendah intensitas gumoh-nya dibandingkan yang diberikan susu formula.
Vandenplas sepakat dengan pernyataan Badriul, bayi yang mendapat ASI eksklusif lebih jarang gumoh.