Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dana BOSDA Kota Malang Dinilai Penuh Penyimpangan

Kompas.com - 18/06/2012, 19:37 WIB
Kontributor Malang, Yatimul Ainun

Penulis

MALANG,KOMPAS.com - Penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) di Kota Malang, Jawa Timur, ditengarai penuh dengan penyimpangan. Penyimpangan tersebut mulai dari penggunaan dana BOSDA untuk honorarium dan kondisi kualitas Lembar Kerja Siswa (LKS), yang tidak sesuai dengan spek yang ditentukan.

Dugaan adanya penyimpangan tersebut disampaikan LSM Koalisi Masyarakat Peduli Pendidikan (KMPP) Malang Raya (Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu). "Dugaan penyimpangan tersebut setelah terlihat di APBD 2012 Kota Malang," ujar Juru Bicara KMPP, M Amrullah, Senin (18/6/2012).

Dalam APBD 2012 Kota Malang itu disebutkan, bahwa total dana BOSDA, sebesar Rp 27,9 miliar yang diperuntukkan bagi 80 ribu pelajar tingkat SD/MI sederajat. Dari keseluruhan dana tersebut, disebutkan bahwa dana Rp 5,5 miliar diantaranya digunakan untuk honorarium tenaga pengelola dana BOSDA. "Sisanya sebesar Rp 22,4 miliar digunakan untuk pengadaan barang dan jasa," jelasnya.

Sementara, jelas Amrullah, dana untuk penggunaan honorarium, tidak ada dasarnya. "Dana honorarium pengelola tenaga BOSDA itu dasarnya apa. Karena para pengelola dana BOSDA itu, statusnya sudah pegawai negeri sipil (PNS) yang digaji oleh negara," katanya.

Dalam salinan APBD 2012 Kota Malang, tidak dijelaskan secara rinci penggunaan honorarium pengelola dana BOSDA tersebut. "Jadi, harus dicurigai bahwa tindakan tersebut adalah penyunatan dana BOSDA untuk kepentingan Pemkot Malang. Dalam petunjuk pelaksanaan (Juklak) pengelolaan dana BOSDA, tidak ada item untuk dana honorarium. Saat kami menanyakan hal itu, Dinas Pendidikan Kota Malang, tidak mau menjelaskan secara rinci," katanya.

Melihat sikap Dispendik Kota Malang, KMPP, tegas Amrullah, mencurigai bahwa dana BOSDA itu ada dugaan telah disunat. "Akan kami tindak lanjuti kasus ini. Kalau perlu akan dilaporkan secara hukum," tegasnya.

Sementara itu, soal penggunaan dana untuk pengadaan LKS, Amrullah membeberkan, dari data yang berhasil dihimpun KMPP, bahwa Dispendik diketahui telah melakukan pengadaan LKS. "Caranya, dana yang mengalir ke rekening masing-masing sekolah penerima BOSDA, langsung dipotong untuk pengadaan LKS oleh Dispendik," akunya.

Setiap LKS, beber Amrullah, oleh Dispendik dibanderol dengan harga sebesar Rp 6.500, sementara kualitas LKS-nya sangat jelek. "Saya sudah cek di lapangan. Harga LKS itu hanya sekitar Rp 4.500, Dispendik memberi harga Rp 6.500," katanya.

Ditanya berapa dugaan dana BOSDA yang diselewengkan, Amrullah mengaku, potensi dana yang diselewengkan diperkirakan mencapai kurang lebih dari Rp 1,1 miliar. "Asumsi kita, ada selisih harga sekitar Rp 2.000 per LKS. Sementara setiap siswa hanya mendapat tujuh LKS dan jumlah siswa SD/MI sederajat yang menerima dana BOSDA sebanyak 80 ribu siswa," katanya.

Dari penelusuran KMPP di beberapa sekolah, tambah Amrullah, masih mengalami kendala. Karena pihak sekolah sangat tertutup mengenai memberikan informasi tersebut. "Pihak sekolah tak mau memberikan data yang sebenarnya, karena takut diberi sanksi oleh Dispendik Kota Malang," ujarnya.

Setelah KMPP menemukan penyimpangan tersebut, pihaknya sudah berkali-kali melayangkan surat untuk meminta waktu bertemu dengan Dispendik Kota Malang. Namun, tak ada respon dari Dispendik. "Sampai sekarang tak ada jawaban dari Dispendik," katanya.

Sementara itu, Kepala Dispendik Kota Malang, Sri Wahyuningtyas, berkali-kali dihubungi Kompas.com, melalui ponselnya, tidak menjawab sama sekali. Dikonfirmasi melalui pesan pendek, tak juga ada tanggapan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com