Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolong Jangan Tutup Sekolah Kami

Kompas.com - 19/06/2012, 09:35 WIB

Andy Riza Hidayat

Tiga hari setelah merayakan kelulusan, anak-anak yang baru berusia 12 tahun, Safina, Elsa, dan Ira, harus berhadapan dengan kenyataan pahit. Senin (18/6) pagi, sekelompok orang yang mengaku berhak atas sekolah mereka tiba-tiba datang meminta semua kegiatan di sekolah dihentikan.

Tiga anak perempuan itu tidak mengerti. Mereka mendengar perdebatan antara guru-guru dan sekelompok orang itu. Mereka tidak berkutik, lalu menangis melihat orang-orang tersebut mengeluarkan bangku sekolah. Sampai menjelang siang, para siswa tidak ingin meninggalkan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Leuwinanggung, Kota Depok, Jawa Barat.

Hari itu, seharusnya 285 siswa dari kelas I sampai kelas VI berlatih untuk acara perpisahan yang akan digelar pada 21 Juni. Sementara para guru sedang mengolah nilai rapor siswa. Siswa tercekam, sementara guru tidak bisa konsentrasi mengolah nilai. Sebab, keluarga Kasim mengultimatum agar sekolah dikosongkan sejak pukul 14.00.

”Saya tidak mau sekolah ini ditutup. Adik saya masih sekolah di sini,” tutur Ira yang adiknya masih duduk di kelas III. Ira sempat terisak melihat peristiwa pagi itu. Sambil menunggu apa yang akan terjadi berikutnya, Ira bermain di halaman sekolah.

Sementara keluarga Kasim yang berjumlah belasan orang menunggu di sisi selatan sekolah.

”Kami tahu ada anak yang harus belajar di sekolah, tetapi pemerintah belum mengabulkan tuntutan kami terkait pembayaran tanah yang dipakai. Tanah itu tanah ayah kami yang diberikan ketika ia menjabat kepala desa,” tutur Maman Sukarman (53), anak kedua Kasim.

Maman mengatakan, ketika ayahnya menjabat sebagai Kepala Desa Leuwinanggung, ayahnya pernah menyediakan lahan untuk empat sekolah dan kantor desa (sekarang kantor kelurahan). Saat pensiun tahun 1984, pemerintah belum mengganti penggunaan tanah itu. Antara tahun 2000 dan 2005, Pemerintah Kota Depok baru mengganti pembayaran tanah untuk Kantor Kelurahan Leuwinanggung seluas 800 meter persegi.

 ”Masih ada sekitar 1 hektar lagi yang belum diganti. Tanah itu dipakai untuk SDN Leuwinanggung 1, 2, 3, dan 4,” tutur Maman. Dia mengaku sudah memberi tahu semua pengelola SD tersebut. Namun, belum ada respons terkait dengan pembayaran tanah.

 Penyegelan SDN 1 Leuwinanggung merupakan langkah awal untuk menuntut hak keluarga. Selanjutnya, kata Maman, keluarga akan menyegel sekolah yang tanahnya belum dibayar. Dasar klaim keluarga Kasim sesuai dengan surat jual-beli tahun 1976 dari pemilik asal, Muhammad bin Hadi, kepada H Kasim yang dikeluarkan Desa Leuwinanggung.

”Saya sudah menanyakan berkali-kali ke Pemkot Depok, jika ada bukti kepemilikan tanah ini, silakan tunjukkan kepada kami,” katanya.

Keluarga Kasim dahulu dikenal sebagai orang kaya di desanya. Ketika pemerintah meminta agar pemerintah desa menyediakan lahan untuk sekolah, Kasim mempersilakan tanahnya dipakai. Bertahun-tahun, empat anak Kasim tidak mempersoalkan hal itu. Namun, setelah perekonomian keluarga jatuh, mereka mulai menggugat hak mereka.

”Dahulu kami punya uang banyak. Sekarang sudah tidak. Bahkan, untuk membawa perkara ini ke pengadilan, kami tidak punya uang. Silakan jika Pemkot Depok memperkarakannya, kami akan ikut. Namun dengan syarat, semua aset yang disengketakan disegel untuk sementara. Tidak boleh ada kegiatan di sekolah,” kata Maman.

Tinggalkan sekolah

Waktu beranjak siang, hingga kemudian pukul 14.00, dan tenggat yang diberikan keluarga Kasim habis. Mereka masuk ke ruang guru dan memberi tahu agar sekolah dikosongkan.

”Kami diusir. Mereka menyuruh kami pergi. Padahal, kami masih mengerjakan penilaian rapor. Semua rapor kami bawa,” tutur Oneng Ningsih, Kepala SDN 1 Leuwinanggung.

Saat meninggalkan sekolah, masih banyak perangkat belajar-mengajar yang tertinggal. Tidak mungkin 13 guru mengangkatnya ke luar sekolah dalam situasi tercekam.

Walau dilarang masuk ke sekolah, Oneng tetap akan mempersilakan siswa datang ke sekolah pada Selasa ini. ”Arahan dari dinas pendidikan, kami disuruh masuk sekolah,” katanya.

SDN Leuwinanggung 1, 2, 3, dan 4 sebelumnya dalam pengelolaan Pemerintah Kabupaten Bogor. Aset tersebut berpindah seiring berdirinya Kota Depok pada 1999. Penyerahan aset ini tidak diiringi dengan kelengkapan dokumen yang kuat.

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com