Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR: Mengapa UN Masih Dilaksanakan?

Kompas.com - 28/06/2012, 12:41 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pro dan kontra seputar pelaksanaan ujian nasional seakan tak pernah berhenti. Setiap tahunnya, pelaksanaan ujian penentu kelulusan siswa itu selalu menuai kritik. Akan tetapi, tetap berjalan dengan format yang sama. Desakan agar pelaksanaan ujian nasional (UN) dievaluasi pun terus didengungkan oleh pengamat pendidikan maupun anggota DPR, khususnya komisi yang membidangi pendidikan, Komisi X.

Anggota Komisi X DPR, Dedi Gumelar alias Mi'ing, mengatakan, pelaksanaan UN menyalahi aturan, khususnya UN yang ditetapkan kepada siswa di jenjang SD. Menurutnya, UN untuk siswa SD tidak sejalan dengan misi pemerintah menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun.

"UN SD menyalahi aturan. Kalau ada siswa yang tidak lulus maka tak bisa lanjut ke SMP. Ini masalah, karena berbenturan dengan semangat wajib belajar sembilan tahun," kata Mi'ing dalam audiensi yang digelar DPR bersama Gerakan Indonesia Menggugat, Rabu (27/6/2012), di Gedung DPR, Jakarta.

Alasan tersebut diperkuat oleh anggota Komisi X DPR lainnya, Rohmani. Menurut Rohmani, filosofi UN sebagai alat untuk pemetaan dan meningkatkan mutu pendidikan tak akan berjalan efektif. Pasalnya, pemetaan selamanya tak akan berjalan maksimal jika dilaksanakan setiap tahun dan menggunakan sampel 100 persen peserta didik.

"Pemetaan dan peningkatan mutu UN itu berbeda, malah tidak tercapai kedua-duanya karena masih terjadi kecurangan. Saya pikir juga tidak perlu setiap tahun karena boros dan pemetaan tak akan efektif," ucapnya.

Rohmani mengungkapkan, mayoritas anggota di komisinya menolak pelaksanaan UN. Akan tetapi, pihak yang menolak selalu kalah suara dengan pihak yang mendukung.

"Saya pikir semuanya menolak, tapi kita selalu kalah saat putusan ditentukan melalui polling," ungkapnya.

Di saat bersamaan, Ketua Gerakan Indonesia Menggugat (GIM) Iwan Pranoto banyak memaparkan kritiknya mengenai UN di hadapan Komisi X. Baginya, pelaksanaan UN berjalan tidak adil dan hanya mendorong peserta didik pada metode pembelajaran yang kuno serta membangun budaya belajar dengan penuh keterpaksaan.

"Tidak adil untuk anak-anak yang di pelosok. Jika mereka tidak lulus, apa kita mau menyalahkan mereka? Bagaimana dengan semangat belajarnya, semua dilakukan karena terpaksa," ujar Iwan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com