Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU PT Dinilai Belum Berpihak kepada Rakyat

Kompas.com - 05/07/2012, 09:39 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meyakini Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) akan disahkan pada bulan Juli ini. Berbagai tanggapan mengalir mengomentari draf terbaru RUU tersebut. Peneliti Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Hastangka menilai, RUU PT versi terbaru belum berpihak kepada rakyat.

"RUU PT versi terbaru meyakini liberalisasi dan komersialisasi pendidikan memiliki peran penting dalam proses pembangunan bangsa," kata Hastangka, di Yogyakarta, Rabu (4/7/2012).

Menurut dia, draf tersebut masih menyimpan persoalan yang menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat, terutama terkait pasal 51 ayat 1 yang menyebutkan bahwa perguruan tinggi asing dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Pasal itu jelas tidak berpihak pada peningkatan kualitas pendidikan di dalam negeri. Semestinya Indonesia sebagai negara yang berdaulat berhak menentukan nasib pendidikannya di tangan anak bangsa sendiri dan memperkuat perguruan tinggi nasional untuk berkompetisi di tingkat global," ujarnya.

Ia mengatakan, RUU PT versi terbaru terlalu mudah memberikan celah bagi proses perizinan. Perizinan cukup dengan mengantongi izin menteri dan bisa bekerja sama dengan perguruan tinggi Indonesia dengan mengutamakan dosen dan tenaga kependidikan warga negara Indonesia.

"Hal itu akan menyebabkan terbengkalainya perguruan tinggi nasional, jika semua dosen dan tenaga kependidikan banyak diserap perguruan tinggi asing," katanya.

Selain itu, proses perizinan yang hanya dilakukan oleh menteri tentu saja berpotensi diskriminatif dan berpihak kepada orang asing untuk mempercepat proses perizinan karena menteri tidak ada kontrol dari lembaga terkait.

Selain itu, menurut Hastangka, proses pengkategorian rumpun ilmu pada pasal 10 ayat (2) yang menyebut rumpun ilmu pengetahuan dan teknologi terdiri atas agama, humaniora, sosial, alam, formal, dan terapan tidak jelas dasarnya.

Proses pengelompokan itu dikhawatirkan mengerdilkan watak ilmu yang berkembang dinamis. "Hal itu menandakan pembuat UU tidak memahami bagaimana ilmu itu berproses dan sejumlah pasal-pasal karet yang dapat menjerumuskan sistem pendidikan di dalam negeri sendiri," kata Hastangka.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com