Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ujian Nasional Matikan Kreativitas

Kompas.com - 07/07/2012, 12:10 WIB
Ester Lince Napitupulu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sistem pendidikan yang menyeragamkan dapat mematikan kreativitas anak. Namun, penyeragaman pendidikan inilah yang justru dikembangkan pemerintah lewat kebijakan ujian nasional (UN) di jenjang SD-SMA/SMK sederajat.

Kebijakan UN yang "memvonis" siswa menyuburkan pendidikan yang bersifat hafalan. Akibatnya, kreativitas anak-anak terpasung karena kebebasan untuk berimajinasi tidak dikembangkan dalam pendidikan di kelas-kelas.

"Coba lihat, ketika di kelas akhir SD, SMP, dan SMA, mata pelajaran lain yang tidak diujinasionalkan dianggap tidak penting. Sebaliknya, mata pelajaran UN diajarkan lebih intensif, termasuk lewat bimbingan tes," kata Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) HAR Tilaar, dalam acara peluncuran tiga buku pendidikan dan perayaan HUT ke-80 di Jakarta, Sabtu (7/7/2012).

Tilaar yang juga ahli manajemen pendidikan ini mengatakan dirinya bukan antievaluasi. "Tetapi harus jelas tujuan UN itu untuk apa? Tujuannya bukan memvonis siswa, melainkan harusnya memvonis birokrasi pendidikan di tingkat pusat hingga sekolah supaya tahu perbaikan yang harus dilakukan," ujar Tilaar.

Tilaar mengatakan, tak terlihat terobosan pemerintah untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional Indonesia yang selalu tertinggal dari negara-negara tetangganya. Hal ini juga karena pendidikan di Indonesia bukan untuk melayani kebutuhan anak-anak dengan mengembangkan potensi yang ada di negeri ini.

Tilaar mencontohkan, Pemerintah Korea Selatan saja berani mengeluarkan kebijakan untuk melarang siswa ikut bimbingan belajar di lembaga di luar sekolah. Tujuannya karena pemerintah tidak ingin siswa hanya mengejar akademik.

"Dalam perkembangan dunia saat ini, pendidikan yang dikembangkan adalah yang mampu mengembangkan kreativitas anak. Sebab, kreativitas dapat mendorong lahirnya penemu-penemu, termasuk juga wirausaha yang dibutuhkan untuk mendukung kemajuan suatu negara," papar Tilaar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com