Hingga batas akhir akreditasi program studi di perguruan tinggi pada Mei lalu, tercatat 6.433 program studi belum selesai diakreditasi. Padahal, borang program studi ini sudah dikirimkan perguruan tinggi dan mendapat tanda terima dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).
Pada laman resmi BAN-PT terdata 13.990 program studi. Sebanyak 11.043 program studi belum kedaluwarsa atau hampir kedaluwarsa, sedangkan 2.947 program studi kedaluwarsa.
Pemerintah memberi perpanjangan akreditasi bagi program studi yang sudah didaftarkan, tetapi belum selesai dinilai. Langkah itu dinilai tidak menyelesaikan masalah.
Edy Suandy Hamid, Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), yang dihubungi dari Jakarta, Rabu (11/7), menjelaskan, dukungan Aptisi untuk membentuk 2-3 badan akreditasi mandiri ini sesuai hasil Deklarasi Aptisi di Padang tahun 2010. ”Sehubungan dengan rencana pemerintah membentuk lembaga akreditasi mandiri (LAM), kami mendesak pendirian LAM segera direalisasikan,” kata Edy yang juga Rektor Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Namun, pendirian LAM (Aptisi menyebutnya badan akreditasi mandiri) yang digagas dalam Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi dinilai tidak menempatkan LAM setara dengan BAN-PT.
Asosiasi, lanjut Edy, meminta supaya LAM mendapat dukungan dana operasional dari APBN. Selama ini, pengajuan akreditasi program studi ke BAN-PT gratis karena dibiayai negara.
Posisi LAM juga harus sejajar dengan BAN-PT. Artinya, semua prosedur, manajemen, dan operasional LAM harus sama persis dengan BAN PT.
”Kesejajaran posisi itu berarti BAN PT tak memiliki fungsi kontrol terhadap LAM,” ujar Edy.
Selain itu, produk kerja LAM harus sama dengan BAN-PT. Artinya, akreditasi yang diberikan LAM memiliki kekuatan dan pengakuan yang sama dengan akreditasi yang diberikan BAN-PT.
Sekretaris Jenderal Aptisi Suyatno mengatakan, beban berat untuk menjamin kualitas perguruan tinggi lewat akreditasi ini tentu tak mudah diselesaikan jika hanya dibebankan kepada BAN-PT. ”Adanya LAM-PT nanti bisa sebagai alternatif solusi. Tapi, pendanaannya perlu didukung pemerintah,” kata Suyatno, Rektor Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, Jakarta.
Hal itu terkait dengan bentuk LAM-PT sebagai lembaga nirlaba dengan tugas yang berat dan juga menyangkut banyak aspek pendidikan tinggi.