Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sastra Anak Masih Terpinggirkan

Kompas.com - 20/07/2012, 11:01 WIB
Lusiana Indriasari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penulis yang terjun ke dunia penulisan sastra anak untuk mengembangkan tema cerita rakyat Nusantara.

"Sekarang ini tidak ada pengembangan tema dan cerita baru yang diangkat dari cerita rakyat Nusantara. Penulis hanya mengulang cerita-cerita lama dengan versi yang berbeda-beda sehingga buku bacaan anak miskin tema," kata Murti Bunanta, pendiri dan ketua Kelompok Peduli Bacaan Anak (KPBA), Jumat (20/7/2012) di Jakarta.

Ia mencontohkan, sampai saat ini ada 25 cerita Bawang Merah dan Bawang Putih dengan beragam versi. Padahal, Indonesia dengan keragaman budayanya memiliki banyak cerita rakyat yang bisa digali. KPBA sejak tahun 1987 berupaya menggali cerita rakyat Nusantara dan menerbitkannya dalam bentuk buku bacaan anak.

Sekarang ini KPBA telah menerbitkan 52 buku cerita anak. Beberapa cerita rakyat yang sudah tidak banyak dikenal coba diangkat kembali, seperti Putri Kemang dari Bengkulu, Senggutru dari Jawa, Eclipse (Gerhana) dari Jawa, Sewidak Loro dari Jawa, dan Putri Rambut Putih dari Sumatera Barat.

Upaya pengangkatan kembali tema cerita rakyat dilakukan Murti dengan meriset manuskrip dan menggali cerita langsung dari penduduk setempat. Suyadi atau dikenal sebagai Pak Raden mengatakan, penerbitan buku cerita rakyat Nusantara ini penting untuk mengenalkan kearifan budaya masyarakat kepada anak-anak. Hal ini penting karena buku bacaan anak sekarang ini lebih banyak dibanjiri buku terjemahan yang mengangkat cerita dari luar negeri.

"Lama-kelamaan anak-anak tidak kenal lagi dengan tokoh cerita dari Indonesia dan lebih banyak kenal tokoh cerita dari luar negeri. Ini penjajahan budaya namanya," kata Pak Raden.

Selain itu, meskipun kuno, tema cerita rakyat tetap memiliki relevansi dengan masa sekarang, seperti mengajarkan soal kesetaraan gender, pelestarian lingkungan, dan keberanian melawan kejahatan. Murti mengatakan, yang menjadi persoalan saat ini adalah buku bacaan anak belum banyak yang berkualitas. Penulis tidak banyak melakukan riset kebudayaan ketika hendak menuliskan cerita rakyat. Akibatnya, mereka mencoba mengubah cerita rakyat dengan sentuhan modern, tetapi kehilangan konteksnya.

"Cara mengemas cerita rakyat harus tahu kalau kisah tersebut berlatar belakang pada zaman kuno. Ketika dimodifikasi menjadi modern, nuansanya menjadi lain," kata Murti.

Ia menyoroti produksi sinetron yang diangkat dari cerita rakyat, tetapi memaksakan diri untuk menjadi modern. Selain itu, bahasa yang digunakan serta alur cerita yang disampaikan sering kali tidak pas.

Ia mencontohkan bagaimana ada buku Bawang Putih Bawang Merah yang menceritakan bagaimana Bawang Merah dan ibunya memukuli Bawang Putih. Ada adegan kekerasan dalam cerita itu. Untuk mengembangkan dan memajukan sastra anak, perlu dilakukan kajian atau penelitian. Sayangnya di Indonesia masih jarang sastrawan yang mau meneliti buku anak.

"Hal ini terjadi karena sastra anak dianggap remeh dan rendah dibandingkan sastra dewasa," kata Murti.

Mereka yang tertarik menekuni sastra anak justru memilih meneliti sastra anak di luar negeri karena berbagai macam alasan. KPBA didirikan oleh Murti, Pak Raden, dan GM Sudharta. Mereka prihatin karena kualitas buku anak di dalam negeri tidak ada yang bagus. Padahal, kualitas buku merupakan barometer kemajuan bangsa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com