Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hindari Politisasi dalam Pemilihan Rektor

Kompas.com - 24/08/2012, 10:10 WIB
Ester Lince Napitupulu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Semua pihak harus berupaya agar tidak terjadi politisasi dalam pemilihan rektor perguruan tinggi negeri. Biarkan perguruan tinggi dengan otonomi dan dunia akademik memilih sendiri rektornya.

”Kita jauhkan politik-politikan di kampus. Karena itu, suara Mendikbud juga diharapkan obyektif dan dimanfaatkan secara bijaksana,” kata Djoko Suharto, Wakil Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Institut Teknologi Bandung (ITB), Kamis (23/8).

Saat ini akan dilakukan pemilihan rektor Universitas Indonesia.

Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2010 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor, Ketua, dan Direktur pada Perguruan Tinggi yang Diselenggarakan oleh Pemerintah, suara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) 35 persen. Adapun 65 persen suara berada di senat atau majelis wali amanat (MWA) yang sebelumnya memilih tiga calon rektor.

Komposisi suara ini bisa menimbulkan masalah jika tidak dilakukan secara bijaksana. Misalnya, salah seorang calon mendapat 16 persen, kemudian calon lain 40 persen. Jika suara Mendikbud sebesar 35 persen diberikan kepada peraih suara 16 persen, otomatis ia menang dengan mendapat total suara 51 persen. Sebaliknya, peraih suara 40 persen bisa dinyatakan kalah.

Anggota MWA berjumlah 21 orang dari berbagai unsur. Saat pemilihan, 19 anggota memiliki hak suara yang besarnya 65 persen

Menerima

Ketua MWA Institut Pertanian Bogor (IPB) MA Chozin mengatakan, pihak kampus menerima siapa pun calon yang kemudian menang karena mendapat tambahan suara dari Mendikbud.

”Biasanya, Mendikbud memberikan suara dengan sistem blok atau suara diserahkan ke salah seorang calon sehingga menang,” kata Chozin.

Seperti yang terjadi dalam pemilihan rektor PTN di Jawa Timur, calon rektor yang mendapat suara terbanyak dari senat justru tidak dilantik menjadi rektor. Pemerintah lewat Mendikbud memberikan dukungan suara terbanyak kepada calon rektor yang mendapat suara kedua terbanyak.

Menurut Chozin, dalam pemilihan rektor, lobi kepada Mendikbud bisa saja dilakukan, baik secara tertutup maupun terang-terangan. Namun, semestinya obyektivitas dan netralitas diutamakan supaya pemilihan pimpinan PTN tetap berdasarkan integritas, kemampuan, kepemimpinan calon, serta dukungan sejumlah kalangan kampus.

Direktur Politeknik Media Kreatif Jakarta Bambang Wasito Adi mengatakan, pemilihan direktur juga dilakukan seperti pemilihan rektor. Senat mengajukan tiga calon, dan suara senat 65 persen serta suara Mendikbud 35 persen.

”Memang bisa terjadi yang mendapat suara terbanyak dari senat belum tentu terpilih sebagai pimpinan. Sebab, suara Mendikbud memang signifikan untuk menambah suara. Ketentuan yang ada memang demikian,” kata Bambang.

Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan, dalam mendistribusikan 35 persen suara pemerintah yang diwakili Mendikbud, ada tiga opsi, yakni memberikan semua suara kepada salah seorang calon, membagi sama rata, dan membagi sesuai proporsi. Ketika mendukung seorang calon, pemerintah mempertimbangkan berbagai aspek, dari rekam jejak, visi, misi, program kerja, prestasi, hingga aksesibilitas di kalangan internal dan wilayah.

”Tidak serta-merta yang dapat suara banyak dari senat atau MWA dapat dukungan dari kami. Sebab, kami punya penilaian dan kewenangan yang tidak bisa diintervensi. Namun, pemerintah pasti mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk aksesibilitas yang besar dari seorang calon,” kata Mohammad Nuh. (ELN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com