JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah organisasi guru di Jakarta menggelar deklarasi menolak politisasi guru dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) bersih, damai, dan berintegritas. Deklarasi itu digelar siang ini, di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Selasa (18/9/2012), di Jakarta.
Ketua Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ), Retno Listiyarti mengatakan, layaknya di banyak daerah di Indonesia, selalu terjadi politisasi terhadap guru. Khususnya, sejak era otonomi daerah mulai diberlakukan. Menurutnya, para pendidik rawan dipolitisasi dan rentan dilibatkan dalam rangka mendukung calon tertentu.
"Padahal, para guru, baik PNS atau non PNS seharusnya bersikap netral, dan tidak boleh memihak," kata Retno, dalam jumpa pers Deklarasi Guru Jakarta.
Dalam kesempatan itu, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru (FSGI) ini, menjelaskan, dalam penyelenggaraan pemilihan umum atau pilkada para guru dan tenaga administrasi tak perlu ragu memilih salah satu calon yang sesuai dengan hati nuraninya. Akan tetapi, hal itu tidak boleh dipaksa terlebih ditambah dengan intimidasi dan ancaman di belakangnya. Pasalnya, kebebasan menentukan pilihan itu dilindungi oleh Undang-Undang (UU) No 39/1999, Pasal 23.
"Namun kenyataanya, dalam Pilkada DKI Jakarta putaran kedua FMGJ menerima laporan yang mengarah pada terjadinya politisasi guru oleh birokrasi pendidikan," katanya.
Sebelumnya, beberapa kepala sekolah di Jakarta menerima instruksi melalui pesan layanan singkat (SMS) yang diduga berasal dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Isi pesan itu menyatakan bahwa para guru dilarang meninggalkan sekolah di jam kerja pada 17-19 September 2012. Diduga, instruksi itu berkaitan dengan rencana deklarasi guru tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.