”Saat ini, setiap fraksi di Komisi X masih membahas pasal yang akan direvisi,” kata Zulfadhli, anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Golkar, Selasa (18/9), di Jakarta.
Hal senada disampaikan anggota Komisi X, Dedi S Gumilar. ”Pengajuan revisi belum formal. Setiap fraksi sedang menginventarisasi pasal-pasal mana saja yang perlu direvisi, terutama yang tidak sesuai konstitusi
Menurut Zulfadhli, ada sejumlah pasal dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang belum bisa mengawal kemajuan pendidikan Indonesia pada masa sekarang dan masa depan.
”Seperti wajib belajar 9 tahun yang diatur dalam undang-undang tersebut, kini sudah tidak sesuai karena arahnya sudah menuju wajib belajar 12 tahun,” katanya.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, beberapa lalu, menyepakati wajib belajar 12 tahun, yang istilahnya pendidikan menengah universal, mulai 2013. Pemerintah pun sepakat mengucurkan dana bantuan operasional sekolah untuk siswa SMA/SMK sederajat, yang besarnya Rp 1 juta per anak tiap tahun. Karena wajib belajar 12 tahun tidak dikenal dalam Undang-Undang Sisdiknas dan tak ada payung hukumnya, istilahnya adalah pendidikan menengah universal.
Begitu juga soal pendidikan anak usia dini, Undang-Undang Sisdiknas tidak mengaturnya secara rinci. ”Karena itulah, Undang-Undang Sisdiknas memang perlu direvisi,” kata Zulfadhli.
Adapun soal struktur guru,
Mohamad Abduhzen, Direktur Eksekutif Institute for Education Reform Universitas Paramadina, mengatakan, Undang-Undang Sisdiknas harus direvisi. ”Soal rintisan sekolah berstandar internasional dan ujian nasional merupakan salah satu persoalan yang harus dibenahi karena sampai sekarang menimbulkan pro dan kontra,” kata Abduhzen.