Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisasi Guru di Pilkada DKI Dilaporkan ke Panwaslu

Kompas.com - 19/09/2012, 20:17 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta putaran kedua ini diwarnai oleh politisasi kepada guru di dunia pendidikan. Forum Musyawarah Guru DKI Jakarta (FMGJ) mengakui selama putaran kedua Pilkada DKI Jakarta ini, ada arahan untuk memilih pasangan calon tertentu.

"Kami sebenarnya takut untuk bagaimana mengungkap hal ini, cuma teman-teman melapor banyak mengalami intimidasi, lalu kami memberanikan diri bersuara atas berbagai pelanggaran di depan mata. Pertama, misalnya pada saat Ramadhan kemarin, setiap sekolah diperintahkan untuk membuat spanduk bertuliskan ungkapan terima kasih kepada gubernur dengan menggunakan uang kas sekolah. Setiap sekolah diwajibkan memasang 2 spanduk," kata Retno Listyarti, di kantor Panwaslu DKI, Jakarta, Rabu,(19/9/2012).

Selanjutnya, guru-guru yang memiliki KTP DKI namun tidak lagi bertempat tinggal di Jakarta, diminta untuk memilih pada hari pemungutan suara pada 20 September 2012 nanti. "Mereka disuruh memilih dan nanti akan diberikan uang transport sebagai imbalannya," ujar Retno.

Modus lainnya, dikatakan oleh Retno adalah dengan cara guru yang diundang ke sebuah pelatihan. Namun menurutnya, ujung-ujungnya guru dianjurkan untuk menandatangani pernyataan memilih salah satu pasangan calon.

"Banyak kegiatan yang dilakukan guru diselipi dengan pesan agar memilih pasangan tertentu. Acara halal bihalal diisi dengan ceramah yang mengarahkan agar memilih pemimpin seiman," katanya.

Namun, tidak hanya guru yang dipolitisasi, siswa juga ikut dilibatkan dalam politisasi pilkada ini. "Para siswa diberikan tugas mewawancarai orang tua tentang kandidat pilihannya. Nah, soal-soal tersebut mengarahkan ke salah satu pasangan calon tertentu," kata Retno.

Selain itu, dikatakan Retno, tim sukses salah satu pasangan calon juga pernah masuk ke lingkungan sekolah.

"Tim masuk pada jam terakhir sekolah dan mengadakan permainan yang bertema kumis. Tim menyediakan hadiah berupa jalan-jalan ke beberapa tempat rekreasi di Jakarta, seperti tiket ke Waterboom atau Ancol. Saat mengadakan permainan itu, tim juga membagikan brosur yag berisi tata cara memilih. Pada ilustrasi tata cara pemilihan, diarahkan memilih berkumis. Terlebih, sasaran mereka adalah kelas XII, yang sudah memiliki hak pilih," bebernya.

Melalui Aliansi Warga untuk Pilkada Bersih yang di antaranya beranggotakan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Retno melaporkan hal tersebut ke Panwaslu DKI. Adapun barang bukti yang dibawa antara lain selebaran, pamflet, booklet dan form pengisian saat pelatihan dan form tugas wawancara orang tua.

Sementara itu, Koordinator Divisi Politik ICW Abdullah Dahlan mengatakan, Panwaslu DKI harus menindak tegas laporan tersebut.

"Temuan tersebut telah melanggar proses dan mekanisme pemilihan yang telah ditetapkan. Di antaranya Pasal 78 Undang-Undang 32 Tahun 2004 bahwa institusi pendidikan dilarang dipakai untuk tempat kampanye," kata Abdullah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com