JAKARTA, KOMPAS.com - Menangani maraknya kasus tawuran dan kekerasan antarpelajar di wilayah Jabodetabek, Komisi Penyiaran Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyarankan pihak sekolah segera mewujudkan sistem pendidikan yang mengedepankan kepentingan anak. Ketua KPAI Badriyah Fayumi menyatakan perlu adanya perubahan sistem pendidikan yang menyeluruh, yaitu dengan mewujudkan sekolah ramah anak.
"Kebijakan sekolah ramah anak ini merupakan tanggung jawab bersama antara sekolah, guru,dan orangtua. Di sekolah, guru berperan sebagai orang tua. Sehingga, anak didiknya bisa lebih nyaman bersandar kepada mereka," kata Badriyah saat menggelar konferensi pers bertajuk 'Penyelesaian Kasus Kekerasan Pelajar Indonesia' di gedung KPAI, Kamis (27/92/2012).
"Selama ini, ada sisi yang kurang diperankan oleh para guru, yaitu sebagai pengganti orangtua di rumah. Benar-benar pengganti, dan bukan sebagai guru yang hanya mentransfer ilmu saja," katanya lagi.
Badriyah mengatakan, selain melakukan transfer pengetahuan, guru seharusnya juga memberi keteladanan sikap bagi para siswa didiknya.
"Anak memang butuh panutan, pendidikan karakter itu tidak cuma mentransfer ajaran ilmu, tetapi nilai-nilai dalam kehidupan nyata. Keteladanan sikap, sehingga hal yang ada nanti di dalam ekpresi anak, tidak akan terwujudkan di luar kelas," tambahnya.
KPAI mencatat sekitar 103 kasus tawuran di wilayah Jabodetabek selama Januari-September 2012 ini. Adapun jumlah korban meninggal yang masuk ke KPAI selama kurun waktu tersebut berdasarkan pengaduan langsung ke KPAI dan pemantauan kasus di beberapa media adalah 17 nama.
Gotong royong
Ketua Divisi Sosialisasi Asrorun Niam Sholeh menyatakan kasus tawuran terakhir, yakni SMAN 70 dan SMAN 6 Jakarta, serta kemarin SMA Yayasan Karya 66 dan SMK Kartika Zeni sebagai puncak tawuran pelajar yang telah menewaskan korban tidak bersalah. Untuk itu, semua pihak harus menyatukan langkah untuk mencegah hal serupa terulang lagi.
"Solusi bisa dimaksimalkan kembali dengan peran orangtua di rumah dan guru di sekolah, sebagian juga terkait dengan masyarakat. Seringnya, karena tidak ada awareness dari warga sehingga secara ikhlas mau dititipkan senjata oleh para pelaku tawuran," katanya.
Solusi lain yang disarankan KPAI adalah kerjasama dinas pendidikan untuk perlu melakukan pembinaan khusus yang melibatkan orangtua, guru, dan sekolah. Namun demikian, sekolah, lanjutnya, tak boleh memilih-milih dalam menerima siswa nantinya. Justru, KPAI mendorong kesempatan pendidikan yang lebih intensif bagi anak yang memiliki tingkat agresivitas yang tinggi dengan pendekatan psikologis, sosial, dan bimbingan khusus.
"Kita juga sudah pernah menyarankan adanya Join Activity, tetapi yang mengikuti adalah anak-anak yang tidak terlibat tawuran, anak perempuan, dan aktivis OSIS. Harusnya kegiatan itu menyentuh pada anak yang terlibat kekerasan, biar mereka bisa bekerjasama dan mengamalkan toleransinya," tambahnya.
Berita terkait peristiwa ini dapat diikuti dalam topik "Tawuran Berdarah"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.