Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Pendidikan Tak Berpihak pada Rakyat Kecil

Kompas.com - 14/10/2012, 07:43 WIB
Riana Afifah

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Nasib Fikri Nuari (13) tak seberuntung teman sebayanya. Mimpi untuk mengenyam pendidikan di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) terhalang birokrasi pemerintah tentang sekolah induk yang seharusnya menaungi sekolah Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) yang menjadi tempat belajarnya sekarang.

Bersama dengan guru dan tiga temannya, Fikri datang ke Dinas Pendidikan DKI Jakarta Jumat (12/10/2012), untuk menuntut keadilan agar dapat diakui oleh sekolah induknya yaitu SMP Negeri 28 Jakarta. Dengan demikian, haknya untuk memperoleh rapor dan ijazah resmi bisa terakomodir.

"Saya cuma pengen sekolah. Saya masuk ke TKBM karena NEM enggak bisa masuk SMP 28. Tapi kalau di swasta juga enggak ada duit," ujar Fikri.

Fikri yang tinggal di Johar Baru bersama dengan orang tua dan tiga saudaranya itu mengaku bahwa sejak awal tahun ajaran baru, dirinya belajar di rumah guru TKBM. Kepastian untuk dapat diakui oleh sekolah induk tak pernah didapatnya sampai saat ini.

"Senin sampai Kamis belajar di rumah ibu guru. Jumat Sabtu harusnya di sekolah. Tapi katanya kami sudah enggak bisa ke sana lagi," jelas anak ketiga dari empat bersaudara ini.

Sementara itu, Reno Renaldi (13) yang juga merupakan siswa TKBM mengatakan bahwa dirinya bersekolah di situ karena ibunya tidak lagi mampu membiayai pendidikannya. Padahal, anak kelima dari delapan bersaudara ingin tetap sekolah agar ke depannya dapat membantu orang tua.

"Ayah saya sudah enggak ada. Kakak saya sudah enggak sekolah. Adik masih ada yang sekolah," ungkap Reno.

Bocah yang tinggal di Galur ini mengaku berangkat dan pulang sekolah cukup berjalan kaki, mengingat letak tempat belajarnya yang dekat. Selain itu, ia mengaku tak memiliki uang untuk transport karena biasanya dirinya mendapat jatah uang saku Rp 2.000 dari ibunya.

"Sekolah kan gratis. Biasanya belajar cuma dari jam delapan sampai jam duabelas," ujar Reno.

Fikri dan Reno hanya dua dari tujuh siswa yang belajar di TKBM dan terancam hak pendidikannya. Dinas Pendidikan DKI Jakarta memberi solusi untuk memindahkan sekolah induk TKBM ke SMP Negeri 79.

Meski lokasi tidak terlalu jauh, anak-anak ini terpaksa harus menggunakan transport yang biayanya juga entah sanggup ditanggung oleh orang tua mereka atau tidak.

Berdasarkan penjelasan salah seorang guru TKBM Johar Baru Helmi Ariestiani, SMP Negeri 28 Jakarta tidak lagi dapat menerima siswa TKBM karena keterbatasan ruang kelas akibat renovasi gedung.

Sementara Dinas Pendidikan DKI Jakarta menjelaskan bahwa SMP Negeri 28 Jakarta tidak lagi dijadikan indukan TKBM karena ingin meningkatkan kualitas dan kinerja. Sayangnya, alasan tersebut tidak pernah diungkapkan pihak sekolah pada guru TKBM.

Sebenarnya sejak tahun lalu, TKBM sudah tidak lagi menerima siswa. Namun saat Juli lalu ketuju anak tersebut datang dan menyatakan keinginannya untuk bersekolah, para guru tak sanggup menolak. Semestinya juga, anak-anak ini berhak atas dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) yang semakin meringankan beban anak-anak ini. Namun karena tidak diakui, hak tersebut pun terpaksa hilang.

Begitu sulit bagi orang-orang menengah ke bawah untuk beradu nasib. Ketidakadilan selalu menindas bahkan saat hal tersebut menjadi hak dasar mereka.

Anak-anak ini hanya contoh dari karut marut dan angkuhnya dunia pendidikan kita. Seolah pendidikan berkualitas hanya diperuntukkan bagi yang mampu membayar.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com